Perubahan iklim, menurut United Nations, adalah perubahan jangka panjang pada pola suhu dan cuaca yang dapat terjadi baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Aktivitas manusia, terutama sejak era revolusi industri pada tahun 1800-an, telah menjadi penggerak utama dari perubahan iklim ini. Dampak dari perubahan iklim tidak hanya dirasakan secara global, tetapi juga lokal, termasuk di Kaimana, sebuah kota kecil di Papua Barat.
Di Kaimana, perubahan iklim semakin nyata dirasakan oleh penduduk. Suhu udara yang semakin panas, perubahan musim yang tidak menentu, dan munculnya penyakit tanaman pala yang menyebabkan penurunan hasil panen adalah beberapa contoh dampaknya. Deyvi, seorang warga Kaimana, mengungkapkan bahwa dalam 5-10 tahun terakhir, suhu udara semakin memanas hingga mereka harus menggunakan AC untuk mendinginkan ruangan. Selain itu, bapak Thomas Tanggarofa menyatakan bahwa musim panen pala yang dahulu dapat diprediksi kini menjadi tidak menentu, mengganggu kehidupan ekonomi masyarakat setempat.
Baca Juga: Cerita Pala Kaimana, dari Dorongan Pembibitan Sampai Pelatihan Pala Goyang
Menurut penelitian yang dilakukan oleh komunitas EcoDefender Kaimana, perubahan iklim juga berdampak pada hasil tangkapan nelayan di laut. Musim di laut yang berubah menyebabkan hasil tangkapan menjadi tidak stabil, menyulitkan nelayan untuk memprediksi hasil tangkapan mereka seperti dulu. Pemanasan global, efek gas rumah kaca, kerusakan lapisan ozon, dan deforestasi adalah beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap perubahan iklim ini.
Salah satu penyebab utama perubahan iklim di Kaimana adalah peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan sejak tahun 2019, yang menyebabkan penumpukan sampah yang tinggi. Jumlah penduduk kota Kaimana meningkat dari 36.250 jiwa pada tahun 2019 menjadi 37.170 jiwa pada tahun 2023. Pertambahan jumlah penduduk ini, ditambah dengan urbanisasi yang besar, menambah beban pada sistem pengelolaan sampah di kota ini.
Penumpukan sampah memiliki kontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca. Sampah organik yang dibuang di tempat pembuangan akhir (landfill) terdekomposisi secara anaerob, menghasilkan gas metana yang efeknya 21 kali lebih berbahaya daripada gas karbon dioksida. Selain itu, pembakaran sampah juga menghasilkan emisi karbon dioksida, yang memperburuk pemanasan global.
Baca Juga: Kaimana Perlu Diplomat Lingkungan
EcoNusa aktif dalam mengkampanyekan kesadaran perubahan iklim dan mendorong upaya pengelolaan sampah yang lebih baik. Pada 2021, EcoNusa menginisiasi aksi Beach Clean Up yang diikuti oleh pemuda gereja dan pramuka, serta mengadakan Sekolah EcoDiplomasi untuk membentuk aktor muda yang dapat berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim di Kaimana.
Pada 2022, EcoNusa bersama komunitas lokal menginisiasi penanaman mangrove sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim. Tahun berikutnya, kami kembali melakukan kampanye perubahan iklim melalui Aksi Muda Jaga Iklim yang melibatkan berbagai komunitas pemuda di Kaimana. Aksi ini termasuk longmarch, diskusi terbuka, dan penandatanganan komitmen untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, pengelolaan sampah di Kaimana masih menghadapi banyak tantangan. Menurut Binsar Sitangga, Kepala UPTD Persampahan Kaimana, kota ini menghasilkan sekitar 11 ton sampah setiap harinya, namun sampah tersebut belum dipisahkan sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal ini menjadi tantangan besar dalam pengelolaan sampah yang efektif.
Baca Juga: Aksi Muda Jaga Iklim 2023: Ribuan Orang Muda Bergerak Bersama Menjaga Bumi
Kesadaran masyarakat untuk memilah sampah di rumah sebelum dibuang masih sangat rendah. Untuk itu, EcoNusa terus mengadakan kampanye kesadaran melalui aksi seperti Beach Clean Up yang dilaksanakan pada 27 Juli 2024. Dalam aksi ini, 40 peserta dari berbagai komunitas mengumpulkan dan memilah sampah di sepanjang pantai depan Gedung Pertemuan Krooy, dengan total berat sampah yang dikumpulkan mencapai 1.145 kilogram.
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Aksi Muda Jaga Iklim 2024, yang akan dilanjutkan dengan penanaman pohon sambil mengumpulkan sampah sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim di Kaimana. Upaya-upaya ini menunjukkan komitmen dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan mewujudkan kota nol sampah. Meskipun masih banyak yang perlu dilakukan, langkah-langkah yang telah diambil memberikan harapan bagi masa depan Kaimana yang lebih bersih dan berkelanjutan.