Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Perubahan Iklim dan Pengaruhnya Terhadap Gempa Bumi

Bagikan Tulisan
(Fotos593 / Shutterstock.com)

Tahun 2023 dibuka dengan gempa bumi yang mengguncang Tanah Papua, tepatnya di Jayapura. Gempa bumi dengan magnitudo sekuat 4,9 terjadi pada Senin, 2 Januari 2022 pukul 01.24 WIT dini hari. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami, Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan gempa yang terjadi berpusat di daratan pada jarak 14 kilometer arah timur laut kota Jayapura, Papua pada kedalaman 10 meter. Gempa pertama di Indonesia yang mengguncang Papua pada tahun ini pun diikuti gempa susulan sebanyak 800 kali lebih, baik yang guncangannya terasa maupun tidak dengan magnitudo yang beragam, dan masih terus tercatat terjadi hingga Kamis, 19 Januari 2023.

Baca juga: Cuaca Ekstrem, Alarm untuk Lakukan Aksi Muda Jaga Iklim

Gempa bumi di awal tahun tak hanya terjadi di Tanah Papua, namun juga mengguncang Maluku. Pada Selasa, 10 Januari 2023 dini hari, gempa berkekuatan  magnitudo 7,9 melanda wilayah Maluku dan sekitarnya disertai gempa susulan. Gempa yang berpusat di Maluku Tenggara Barat pada kedalaman 131 kilometer ini sempat menimbulkan peringatan dini tsunami untuk wilayah Maluku dan Sulawesi Tenggara selama satu jam lebih. Gempa tersebut menyebabkan banyak rumah dan bangunan yang roboh.

BMKG mencatat sepanjang 2022 telah terjadi gempa bumi sebanyak 10.792 gempa di Indonesia. Dari semua gempa tersebut, ada 807 gempa yang dirasakan dan terjadi 22 kali gempa bumi yang merusak.

Perubahan Iklim Menyebabkan Gempa Bumi?

Perubahan iklim diketahui bisa menyebabkan berbagai bencana alam, seperti cuaca ekstrem, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Namun apakah krisis iklim juga berpengaruh terhadap terjadinya gempa bumi?

Jane Cunneen, Adjunct Research Fellow di Curtin University mengatakan bahwa perubahan iklim tak hanya mempengaruhi cuaca dan tinggi muka air laut, namun juga berdampak pada pergerakan lempeng bumi. Para ilmuwan lain mengatakan bahwa peristiwa gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor besar, dan tsunami dapat terjadi lebih sering akibat perubahan iklim. “Krisis iklim tak hanya mempengaruhi lautan dan atmosfer, tapi juga seluruh kerak bumi,” ucap Bill McGuire, seorang ahli vulkanologi dan Profesor Emeritus Geofisika dan Bahaya Iklim dari University College London.

Baca juga: Perubahan Iklim Mengancam Nelayan, Pentingnya RUU Keadilan Iklim

Menurut McGuire, bumi dan seluruh isinya adalah sistem interaktif yang saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan iklim yang menyebabkan mencairnya es di kutub utara membuat kerak bumi memantul kembali dan memicu pergerakan kerak bumi yang menyebabkan gempa bumi. Ketika gempa bumi terjadi, potensi terjadinya tanah longsor bawah laut pun meningkat, yang kemudian mengakibatkan terjadinya tsunami.

David Pyle, seorang ilmuwan dari Oxford University juga mengemukakan bahwa perubahan sekecil apa pun pada massa permukaan bumi dan pola cuaca turut berpengaruh terhadap aktivitas gunung berapi secara umum. Hal ini menyiratkan bahwa perubahan iklim yang erat kaitannya dengan pola cuaca tentu berkaitan dengan apa yang terjadi pada gunung berapi, termasuk di dalamnya gempa vulkanik.

Baca juga: Tetap Relevan dalam Menjalani 2023

Sedangkan Chi-Ching Liu dari Institute of Earth Science di Taipei’s Academica Sinica juga membuktikan adanya hubungan antara perubahan iklim dengan gempa. Berdasarkan hasil penelitiannya yang diterbitkan dalam jurnal Nature pada tahun 2009, dia melihat bahwa saat terjadi bencana angin topan yang terjadi di Taiwan, di saat yang sama terjadi pula gempa bawah laut dengan magnitude kecil di bawah pulau. Dalam penelitiannya, Liu menjabarkan, tekanan atmosfer yang berkurang saat terjadi angin topan membuat patahan gempa di dalam kerak bumi bergerak lebih mudah, sehingga meningkatkan potensi gempa.

Para ilmuwan juga meyakini sejak tahun 1973, datangnya gelombang El Nino yang merupakan sebuah fenomena pemanasan suhu permukaan laut, berkaitan dengan frekuensi gempa bawah laut berkekuatan magnitudo 4 sampai 6. Ketika El Nino terjadi, permukaan air laut menjadi naik hingga puluhan centimeter, dan membuat berat air pada bumi bertambah sehingga meningkatkan tekanan aliran fluida pada pori-pori batuan di dasar laut. Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya pergeseran lempeng bumi di dasar laut, yang menjadi gempa.

Baca juga: COP27 Mesir: Indonesia Memimpin dengan Contoh

Perubahan iklim telah lama diketahui menyebabkan banyak kerusakan dan membawa berbagai ancaman bagi kehidupan di bumi, namun sayangnya kita hampir tidak menyadari terdapat konsekuensi besar yang terjadi pada aspek geologis akibat laju perubahan iklim. Ini adalah pukulan keras bagi kita semua untuk mulai mengambil aksi dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, guna mewujudkan masa depan bumi menjadi tempat tinggal yang lebih baik di masa depan.

CEO Yayasan EcoNusa Bustar Maitar mengatakan perubahan iklim bukanlah hoaks. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) telah menyatakan bahwa kita semua harus mulai melakukan langkah adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. “Kita bisa berperan dengan menjadi influencer lingkungan bagi orang di sekitar kita. Lakukan hal baik untuk bumi secara konsisten sehingga kebaikan ini diikuti oleh orang lain,” kata Bustar.

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved