Search
Close this search box.
EcoStory

Pemuda Malaumkarta Antusias Gunakan Platform Digital untuk Kenalkan Potensi Wilayahnya

Bagikan Tulisan

Orang bijak pernah berkata bahwa pengalaman adalah guru terbaik yang dapat diandalkan. Setebal apapun buku teori sosial, psikologi, serta komunikasi ditulis oleh ilmuwan, interaksi langsung yang didapat oleh masing-masing individu tentu sangat berbeda. Menyaksikan langsung proses pembelajaran kaum muda Malaumkarta untuk mempertahankan rumah sekaligus harta yang paling berharga adalah sebuah keberuntungan.

Tim kreatif EcoNusa mendapat kesempatan berkunjung ke Malaumkarta Raya pada Maret 2021. Malaumkarta Raya adalah wilayah adat yang terdiri dari 5 wilayah administrasi kampung, yaitu Malaumkarata, Suatoli, Mibi, Suatut dan Malagufuk, di Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. 

Beberapa tim kreatif EcoNusa sengaja mengunjungi Malaumkarta untuk berbagi pengalaman dengan kaum muda Malaumkarta Raya tentang proses pembuatan konten digital. Peserta pelatihan merupakan anggota Perkumpulan Pemuda Generasi Malaumkarta (PGM). Mereka ingin berbagi kisah kekayaan hutan adat di Malaumkarta Raya dan mengapa tempat itu tak boleh berubah menjadi lahan perkebunan sawit. 

Pagi-pagi tim dari Jakarta mendarat di Bandara Dominique Edward Osok di Kota Sorong. Mendekati bandara, terlihat hamparan hijau tutupan hutan dan birunya laut begitu indah dari udara. Dari bandara ini, masih dibutuhkan perjalanan darat selama kurang lebih satu jam untuk mencapai Malaumkarta.

Baca juga: Food Estate dan Nasib Keanekaragaman Hayati di Tanah Papua

Ada 11 peserta yang mengikuti pelatihan pembuatan konten digital selama 4 hari.  Tim kreatif EcoNusa membagikanpengalaman tentang pembuatan video, dari penggalian ide, penyusunan skrip, hingga waktu terbaik mengunggah video. Tak hanya itu,  pembuatan kalimat naratif dan  pembuatan desain yang dapat mendukung proses sebuah kampanye juga dibagikan kepada para peserta. Tujuannya untuk memberikan bekal kepada kaum muda Malaumkarta Raya agar dapat mempromosikan potensi wilayahnya lebih luas lagi melalui platform digital. 

Tak semua kaum muda Malaumkarta Raya pernah bersentuhan dengan konsep desain digital. Ini adalah pengalaman yang relatif baru bagi mereka. Orgenes Magablo atau yang kerap disapa Ori, mengungkapkan antusiasmenya selama masa pelatihan. “Saya pernah bikin di laptop tapi kalau membuat desain di gawai belum pernah. Jadi pelatihan ini membantu sekali karena bisa membuat desain di mana saja dan kapan saja,” kata Ori.

Kaum muda Malaumkarta Raya mencoba mengenali potensi-potensi wilayahnya. Mereka didorong untuk memanfaatkan dunia digital untuk mengkampanyekan pentingnya hutan. Hutan juga layaknya toserba yang bisa memenuhi segala kebutuhan. Jika anggota masyarakat sakit, masyarakat adat Suku Moi menggunakan ramuan alami yang mereka dapatkan di hutan. 

Baca juga: Mereka yang Terpikat Cenderawasih

Salah satunya adalah pohon tali kuning. Menurut Johan Kalami, salah satu peserta pelatihan menceritakan bahwa tali kuning dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti batuk, malaria, hingga muntah darah.

Tali kuning, salah satu pengobatan tradisional Suku Moi (Yayasan EcoNusa/Puti Andini)

“Dari saat dulu tong pu (kami punya) orang tua di jaman dulu nenek moyang sampai sekarang ini di suku Moi masih percaya terhadap ramuan-ramuan alam seperti salah satunya tali kuning. Tali kuning punya manfaat yang luar biasa bagi masyarakat,” ujar Johan Kalami.

Pengolahannya pun cukup sederhana. Potong tali kuning sekitar 10 centimeter. Kemudian, kupas kulit kayu hingga terlihat warna kuning. Setelah itu, belah menjadi beberapa bagian kecil, cuci, dan rebus hingga warna air berubah menjadi kuning. Rasanya? Tentu saja pahit dan seperti mengudap kayu.

Baca juga: Jalan Panjang Pelestarian Pangan Khas Tanah Papua

Untuk urusan penerangan, masyarakat Malaumkarta Raya punya sumber daya yang unik dari alam yaitu menggunakan getah pohon damar sebagai bahan baku. Secara alami, kulit kayu pohon damar akan pecah dan mengeluarkan getah dengan sendirinya. Getah damar juga dapat dikeluarkan dengan membelah kulit kayu. Lalu getah damar ditampung dengan daun yang cukup besar. Kemudian diikat dengan daun yang menyerupai tali atau yang kerap disebut kisbor.

“Pohon damar dalam bahasa suku Moi disebut dengan buok. Sejak zaman nenek moyang kami menggunakan getah pohon damar sebagai alat penerangan hingga sekarang” kata Obaja Kalami, salah satu peserta pelatihan.

Penerangan tradisional dari getah damar yang digunakan masyrakat di Malaumkarta Raya (Yayasan EcoNusa/Puti Andini)

Para pemateri mendorong agar jal-hal unik yang menjadi ciri khas Malaumkarta Raya seperti ini perlu digali lebih dalam lagi untuk dijadikan konten edukasi yang dapat disebarkan melalui platform digital. Dengan demikian, masyarakat umum menjadi lebih mengetahui potensi yang ada di Malaumkarta Raya.

Karena terkendala jaringan internet, untuk mengunggah kampanye digital, masyarakat Malaumkarta Raya harus pergi ke Kota Sorong agar bisa mendapatkan akses internet. Namun, demikian para pemuda ini sangat antusias ingin memanfaatkan platform digital untuk lebih mengenalkan wilayahnya ke seluruh masyarakat Indonesia. Harapannya, keindahan alam dan keunikan budaya masyarakat Malaumkarta, terutama suku Moi, dapat lebih dikenal luas oleh masyarakat dan dapat membangun narasi positif tentang kehidupan serta alam Tanah Papua.

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved