Para peserta pelatihan belajar membuat bumbu beraneka rasa. (Yayasan EcoNusa/ Megan Alexis)

Keladi merupakan salah satu makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat adat di Tanah Papua. Selain diolah dengan cara ditumbuk kemudian direbus untuk dikonsumsi sebagai makanan pokok, masyarakat biasanya memasaknya dengan cara digoreng menjadi keripik untuk dijadikan camilan. Keripik keladi sudah dipasarkan di banyak tempat dan menjadi salah camilan khas Papua.    

Tersedianya komoditas keladi dan masih terbukanya peluang pasar menjadi latar belakang Yayasan EcoNusa memberikan pelatihan produksi keripik keladi yang berkualitas bagi kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Sorong, Papua Barat Daya. Pelatihan tersebut diselenggarakan pada 21 Maret 2025 di rumah produksi Namau SIKIM. Kegiatan ini dihadiri oleh 17 orang yang berasal dari dua UMKM, yaitu Sinagi Papua dan kelompok SIKIM. 

Baca Juga: Membangun Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Komoditas Keladi

“UMKM memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal. Keberadaan UMKM yang mandiri tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi daerah,” kata Kepala Pengembangan Bisnis Masyarakat, Nurdana Rizki Pratiwi, memberikan motivasi kepada para peserta. Pratiwi berharap para pelaksana UMKM agar terus berkembang dan memanfaatkan berbagai peluang, termasuk menjalankan kerja sama dengan Namau Sikim dalam produksi keripik keladi.

Proses penirisan keladi sebelum digoreng. (Yayasan EcoNusa/ Megan Alexis)

Sebelum praktik pembuatan keripik dimulai, Ketua UMKM Sinagi Papua, Yuliance Ulim, menjelaskan tentang pentingnya keamanan pangan untuk mencegah makanan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda asing yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Ini termasuk memastikan makanan aman untuk dikonsumsi, higienis, dan bermutu. Upaya tersebut dilakukan sejak proses pengolahan bahan baku hingga pengemasan, di antaranya pembersihan ruang produksi, pemeriksaan ketersediaan air bersih, mencuci tangan dan kaki, mengenakan sarung tangan, masker, celemek, dan penutup kepala. 

Setelah penjelasan tersebut, peserta dibagi ke dalam tiga kelompok untuk memulai sesi praktik pembuatan keripik. Proses dimulai dengan pencucian, pengelupasan, hingga pemotongan keladi, dengan total bahan baku yang digunakan mencapai 65,5 kilogram. Dilanjutkan dengan penggorengan keladi menggunakan api sedang agar matang dan renyah merata. Setelah itu, mereka belajar cara pembuatan serta pencampuran bumbu. 

Baca Juga: Kacang Mete dari Soa untuk Meningkatkan Ketahanan Masyarakat

Untuk mengurangi sisa bahan yang digunakan, mereka juga dilatih memanfaatkannya untuk membuat keladi beku dan tepung tapioka. Selain mengurangi limbah, hal tersebut juga bermanfaat untuk meningkatkan nilai tambah produk. “Pelatihan ini sangat bermanfaat, Ke depannya, semoga alat yang digunakan lebih memadai agar proses lebih mudah,” kata Insos Bonsapia, salah satu peserta. 

Lewat program ini diharapkan para pelaku usaha dapat meningkatkan kemampuan dalam mengolah keladi menjadi produk berkualitas dengan standar yang baik. Dengan adanya standarisasi resep dan teknik produksi, keripik keladi yang dihasilkan diharapkan memiliki cita rasa yang sama. Selain memberikan keterampilan teknis dalam produksi keripik keladi dan membuka peluang bagi UMKM lokal untuk mengembangkan usaha berbasis bahan pangan lokal. 

Editor: Nur Alfiyah

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved