Yel-yel itu diserukan serentak oleh 30 peserta Pelatihan Pengorganisasian Masyarakat dan Teknik Fasilitasi, yang diadakan di Learning Center (LC) Mibi di Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat pada 24 Januari – 2 Februari 2022. “Papua, Maluku, torang bisa, barang apa jadi” merupakan optimisme para staf lapangan dan kader kampung bahwa apa pun yang dilakukan di wilayah timur Indonesia itu pasti bisa dan ada jalannya.
Pengorganisasian masyarakat itu tidak memiliki ilmu yang pasti. Jadi jangan berharap ada banyak teori. “Apa yang diperoleh dari lapangan itu adalah bahan-bahan pembelajaran yang bisa kita gunakan,” kata Siti Masriyah Ambara, Manajer Pengelolaan Sumber Daya Alam EcoNusa, saat menutup acara pelatihan.
Prinsip peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan menjadi salah satu misi yang dijalankan EcoNusa di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku. Peningkatan kapasitas itu berarti mendorong peningkatan kualitas hidup yang menghormati hak adat sambil memberikan konservasi yang nyata.
Baca juga: Kabar Pencabutan Izin, Pompa Semangat
“Pengelolaan sumber daya alam adalah kerja sama yang beretika. EcoNusa bermain dalam bidang peningkatan kapasitas masyarakat. EcoNusa bukan Sinterklas,” lanjut Siti.
Siti menekankan bahwa para staf lapangan dan kader kampung menjadi garda terdepan di lapangan yang harus bekerja sama. “Tidak ada Community Organizer yang bisa bekerja kalau tidak punya empati,” kata Siti.
Para peserta berasal dari 20 staf EcoNusa dan 10 kader kampung dari Kaimana, Teluk Wondama, Sorong, Sorong Selatan di Papua Barat, Jayapura di Papua, dan Seram Bagian Barat, Kepulauan Banda, Seram Bagian Timur, Ambon, di Maluku. Mereka belajar soal isu sumber daya alam, pengertian, prinsip, dan strategi pengorganisasian masyarakat, fasilitasi pertemuan masyarakat, seni berkomunikasi, pemetaan masalah dan analisis sosial, dan penyusunan rencana tindak lanjut. Selain itu, mereka juga dibekali dengan teknik penulisan popular, penulisan konten media sosial, teknik pembuatan konten video dan foto dari tim komunikasi dari EcoNusa.
Baca juga: Cenderawasih dalam Adat Papua, Adik yang Menjelma menjadi Burung
Berbuat baik dan punya niat baik saja tidak cukup tanpa strategi yang baik. “Tidak peduli apa pun yang kita lakukan, seberapa jauh kita sudah berjalan, yang penting adalah dengan siapa kita berjalan,” ungkap Vanji Dwi Prasetyo, staf EcoNusa yang mewakili Jayapura, Papua.
Karena itu, staf lapangan dan kader kampung EcoNusa harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengorganisir potensi kampung. Masyarakat juga harus ditempatkan sebagai subjek utama pembangunan di mana gagasan dan kebutuhan masyarakat bisa muncul. Mereka akan menjadi fasilitator masyarakat yang mampu menganalisis masalah, menemukan solusi, dan bisa mendorong masyarakat untuk melakukan perubahan.
Sementara itu, fasilitator pelatihan, Ita Natalia, menekankan bahwa tidak ada yang tidak bisa bagi para staf dan kader kampung. Ada beberapa ungkapan yang pantang diucapkan oleh para kader lapangan, yaitu tidak bisa, tidak mungkin, tidak tahu, dan nanti saja.
Baca juga: Zeth Wonggor, David Gibbs, Pionir Ekowisata (Bagian I)
“Ketika saya mengatakan ‘saya tidak bisa’, maka pikiran dan hati akan mengikuti sehingga akan menutup peluang-peluang yang seharusnya bisa dilakukan. Hidup itu dinamis,” kata Ita.
Ita menekankan bahwa para staf lapangan dan kader kampung harus memiliki etika sosial saat bekerja bersama masyarakat. Menghormati adat istiadat, norma, aturan adat harus diperhatikan. Dengan demikian para kader kampung harus menjaga sikap dan bekerja dengan bijaksana.
“EcoNusa adalah kendaraan yang sangat menguntungkan sehingga perlu dimanfaatkan. Jangan sampai kendaraan itu dirusak oleh ombak,” tandas Siti di penghujung pelatihan selama 10 hari tersebut.
Editor: Nur Alfiyah & Lutfy Mairizal Putra