Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Memetakan Komoditas Unggulan Nuruwe

Bagikan Tulisan
Rumput laut, salah satu komoditas andalan Kampung Nuruwe, Maluku. (Dok. EcoNusa/Victor Fidelis)

Kampung Nuruwe di Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, memiliki beragam komoditas yang dibudidayakan oleh masyarakat. Ada pala, cengkeh, kelapa (kopra), sagu, rumput laut, juga minuman tradisional jenis sopi. Sementara untuk konsentrasi komoditas unggulan belum bisa dipastikan, mana yang menjadi komoditas prioritas.


Hesty Matital, salah seorang nelayan budidaya rumput laut asal Kampung Nuruwe, berkisah, saat ini mereka mengalami gagal panen lantaran terserang hama buluh kucing.

“Kami mengalami gagal panen. Tidak tahu penyebabnya apa. Tapi yang pasti terserang hama buluh kucing,” katanya.

Hesty menambahkan, budidaya rumput laut sudah digeluti sejak 2005 oleh masyarakat di Nuruwe. Sepanjang waktu tersebut belum pernah mengalami gagal panen. Ia berasumsi, mungkin saja, ada pertukaran bibit sebelum distribusi.

Baca juga: Ekspedisi Maluku EcoNusa Penyemangat bagi Nuruwe

“Atau bisa jadi bibit yang kita dapat sudah tercampur dengan bibit-bibit lain yang sudah terdampak penyakit,” katanya.

Di desa ini, setidaknya ada 8 kelompok nelayan budidaya rumput laut. Kelompok-kelompok ini memiliki pendamping dari instansi terkait di Kabupaten Seram Bagian Barat. Sayangnya, tidak ada koperasi yang bisa menampung hasil budidaya mereka.

Nelayan budidaya rumput laut di sini hanya bisa menjual hasil ke tengkulak. Satu kilogram basah biasanya dijual seharga Rp8.000, sementara rumput laut kering Rp15.000. Namun sejak pandemi COVID-19, harganya turun menjadi Rp5.000 hingga Rp8.000.

Fit Lewaney, kelompok nelayan lain juga mengemukakan hal senada. Ia mengungkapkan, mereka tidak memiliki satu koperasi yang bisa mengelola hasil laut nelayan. Pihaknya sudah pernah mengajukan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Seram Bagian Barat, namun tak kunjung direspon.

Baca juga: Teluk Arguni, Gudang Pala dan Komoditas Hutan Kaimana

Jika pemerintah bersedia mengadakan koperasi, Fit akan menghibahkan lahan kosongnya. “Ya kalau pemerintah mau menyediakan koperasi untuk kesejahteraan nelayan, kenapa harus tolak. Prinsipnya kami bersedia, bahkan akan menyiapkan lahan kosong untuk bangunannya,” ujarnya.

Di Desa Nuruwe ini, problema tidak saja terjadi pada komoditas rumput laut, namun beragam. Sopi misalnya, bisa dibudidayakan oleh masyarakat dan menghasilkan banyak uang. Namun di sisi lain, sopi tidak bisa dilegalkan oleh Pemerintah Maluku.

Berangkat dari beragam masalah itu, EcoNusa kemudian berinisiatif mendatangi kelompok nelayan dan petani di desa tersebut. Langkah itu dilakukan karena ingin memetakan jenis-jenis komoditas unggulan di wilayah Pulau Seram.

Baca juga: Ekspedisi Maluku EcoNusa: Misi Solidaritas untuk Kepulauan Maluku

Wiro Wirandi, Manajer Program Oceans EcoNusa, mengatakan bahwa tujuan mereka menyasar Nuruwe karena ingin memetakan komoditas apa saja yang ada di Kampung Nuruwe.

“Jadi kita ingin melihat, masyarakat di sini sebenarnya bergantung pada komoditas apa? Karena di Nuruwe sama sekali kita tidak menemukan adanya ikan-ikan di sana,” katanya.

Terkait budidaya rumput laut yang ditemui di Nuruwe, Tim Ekspedisi Maluku EcoNusa ingin memastikan apakah komoditas rumput laut ini benar-benar bisa mendukung ketahanan pangan atau tidak. Selanjutnya, EcoNusa akan berusaha untuk membantu masyarakat terkait edukasi yang dapat memaksimalkan komoditas di wilayah tersebut.

“Alasan kita hadir di Nuruwe untuk melakukan pemetaan terhadap komoditas dan juga memberikan edukasi terhadap masyarakat. Ke depannya, EcoNusa berencana menyiapkan kapal dagang di Banda. Kita juga akan melakukan kerja sama dengan Universitas Pattimura (Unpatti),” ungkapnya.

Editor: V. Arnila Wulandani & Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved