Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Masyarakat Arguni Bawah Manfaatkan Hasil Kebun untuk Pupuk Alami

Bagikan Tulisan
Pencacahan bonggol pisang untuk dijadikan bahan baku pupuk alami. (Yayasan EcoNusa/Alberth Yomo)

Berada di tanah yang subur dengan sumber daya alam yang melimpah menjadi salah satu keunggulan yang dimiliki oleh kampung Kufuriyai dan Manggera di Distrik Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. Meski pala masih merupakan primadona di wilayah tersebut, tetapi potensi sumber daya lainnya tidak boleh dilihat sebelah mata, termasuk urusan pupuk alami.

Dalam kegiatan journalist trip yang diadakan EcoNusa di Kampung Kufuriyai dan Manggera, para pewarta dapat melihat antusiasme masyarakat kampung saat mendemonstrasikan pembuatan pupuk alami. Mereka mendapatkan keterampilan ini berkat pelatihan melalui Sekolah Transformasi Sosial (STS) yang difasilitasi oleh EcoNusa pada bulan Juni – Juli 2021. 

Baca juga: Sasi Sambite: Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Pala Arguni Bawah

Sekolah Transformasi Sosial (STS) tersebut dihadiri oleh dua belas kampung, yang mana lima kampung diantaranya adalah Manggera, Kufuriyai, Egerwara, Warmenu, dan Seraran berasal dari Distrik Arguni Bawah. Dalam kegiatan ini, kampung yang berada di Distrik Arguni Bawah merupakan kelompok yang masuk dalam kelas budidaya pertanian dan belajar tentang cara mengembangkan bibit pala, serta pemanfaatan hasil kebun menjadi barang tepat guna. 

Salah satu dari hasil pelatihan tersebut, kini warga dari kedua kampung dapat memproduksi sendiri pupuk alaminya. Biasanya pupuk alami yang digunakan adalah yang varian NPK  (Nitrogen, Pospor, dan Kalium). Varian ini dipilih karena bahan bakunya mudah didapatkan.

Bahan baku pembuatan pupuk alami yang digunakan warga kampung didapatkan dari hasil hutan atau kebun yang tumbuh di wilayah mereka. Biasanya bahan tersebut berupa keladi, bonggol pisang, hingga kelapa yang diambil dari perkebunan milik mereka sendiri. Bahan-bahan tersebut diolah dengan cara dicacah, dikumpulkan, dan diendapkan sesuai dengan varian pupuk yang akan diproduksi, di pusat pengelolaan pupuk yang berada di Kufuriyai.

Baca juga: Mengupas Posisi Masyarakat Adat dan Hak Ulayat dalam Konstitusi Negara

“Biasanya orang kampung di sini menggunakan pupuk yang dibuat, dikasihkan ke tanaman yang mereka tanam di kebun atau di rumah pembibitan,” ujar Yulince Zonggonau, Community Officer EcoNusa, yang memandu kegiatan demo pembuatan pupuk di Kampung Kufuriyai. 

Selain pupuk alami, masyarakat di wilayah Arguni Bawah juga memiliki komoditas berupa buah-buahan seperti rambutan hingga durian. Biasanya, masyarakat menjual hasil panen buah-buahan dalam mengisi kekosongan panen pala yang biasanya hanya dua kali panen dalam setahun pada bulan Mei dan Oktober.

Baca juga: Harapan Masyarakat dan Pemuda untuk Pergub Penetapan Pengakuan Masyarakat Adat di Papua Barat

“Karena warga di sini sangat bergantung dengan pala, maka setelah panen biasanya mereka akan menganggur. Karena itu, hasil kebun non-padi berupa buah-buahan menjadi alternatif bagi mereka dalam menunggu panen pala selanjutnya,” kata Arya A Takwim, Program Associate Pengelolaan Sumber Daya Alam Yayasan EcoNusa.

Editor: Leo Wahyudi, Nur Alfiyah, Lutfy Putra

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved