Search
Close this search box.
EcoStory

KPK Dorong Papua Barat Tindak Lanjuti Evaluasi Izin Sawit

Bagikan Tulisan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, dan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Papua Barat Yacob S. Fonataba, dalam konferensi pers “Penyampaian Hasil Evaluasi Perizinan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Papua Barat” pada Kamis (25/2/2021) di Kantor Gubernur Papua Barat.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong tindak lanjut berdasarkan rekomendasi hasil evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat di hadapan Gubernur dan Bupati di Provinsi Papua Barat pada Kamis 25 Februari 2021 di Kantor Gubernur Papua Barat. 

Hasil evaluasi perizinan kelapa sawit Provinsi Papua Barat disampaikan dalam rapat koordinasi “Hasil Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Papua Barat” dalam rapat tertutup. Rapat ini dihadiri oleh gubernur, bupati, sekretaris daerah, kepala OPD, pejabat tinggi di Papua Barat dan petinggi KPK. 

Gubernur Provinsi Papua Barat Dominggus Mandacan, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Papua Barat Yacob S. Fonataba, hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut. 

Dalam hal ini, tim evaluasi perizinan kelapa sawit Papua Barat menyampaikan rekomendasi kepada para bupati sebagai pemberi izin serta rekomendasi perbaikan tata kelola perizinan perkebunan kelapa sawit kepada Kementerian/Lembaga terkait.

“Hal ini akan makin berdampak jika komitmennya dilanjutkan dengan pelaksanaan rekomendasinya,” kata Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK, di hadapan Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, dan 8 bupati dan sekretaris daerah Sorong, Sorong Selatan, Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Maybrat dan Fakfak. Pemerintah Papua Barat pun menyanggupi komitmen tersebut.

Evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat dilakukan terhadap 24 perusahaan pemegang izin. Total wilayah konsesi dari ke-24 perusahaan itu 576.090,84 hektare. Evaluasi perizinan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan ini sudah dilakukan sejak Juli 2018 dengan mengacu pada tiga instrumen kebijakan, yaitu Deklarasi Manokwari, Instruksi Presiden No. 8/2018 tentang Penundaan Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan Sawit atau Inpres Moratorium Sawit serta Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) KPK. 

Dari luasan tersebut, ada 383.431,05 hektare wilayah berhutan yang masih dapat diselamatkan sebagai upaya penyelamatan sumber daya alam. Perusahaan pemegang konsesi tersebut berada di Sorong, Sorong Selatan, Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Maybrat dan Fakfak. 

“Dari sejumlah perusahaan tersebut, terdapat wilayah-wilayah konsesi yang secara legal berpotensi untuk dicabut perizinannya,” kata Alexander. Berdasarkan evaluasi, banyak perusahaan belum beroperasi. Artinya, perizinan yang diperoleh perusahaan-perusahaan tersebut masih belum lengkap dan belum melakukan penanaman.

Pencabutan izin ini bisa dilakukan karena sejumlah perusahaan tersebut melakukan pelanggaran kewajiban berdasarkan Izin Usaha Perkebunan. Sejumlah perusahaan juga belum melakukan pembukaan lahan dan penanaman, sehingga terbuka kesempatan untuk dapat menyelamatkan tutupan hutan di Tanah Papua.

Menanggapi hal ini, Gubernur Dominggus mengatakan bahwa proses ini adalah upaya Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam upaya perlindungan hutan dan perbaikan tata kelola dalam memaksimalkan upaya pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan, lestari dan berpihak kepada masyarakat adat. 

“Kami berharap tindak lanjut dari proses ini bisa mendorong masyarakat adat secara signifikan dalam pengelolaan sumber daya alam di Papua Barat,” kata Dominggus. 

KPK pun menyambut baik evaluasi perizinan perkebunan sawit ini sambil berharap bahwa hal ini dapat diperluas ke evaluasi perizinan di sektor lain yang berbasis lahan. Pemanfaatan ruang bisa mengoptimalkan pendapatan daerah dan negara tanpa harus mengorbankan lingkungan dengan perilaku koruptif. 

Senada dengan KPK, Dominggus menambahkan, “Potensi lahan yang dapat diselamatkan dari hasil evaluasi perizinan ini akan kami dorong untuk dikelola oleh masyarakat adat dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.”

Hasil evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit ini juga disampaikan kepada sejumlah organisasi masyarakat madani (CSO) yang fokus kerjanya terkait dengan perkebunan kelapa sawit. Diharapkan CSO ini pun akan membantu dalam pemantauan proses pelaksanaan rencana aksi selanjutnya.

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved