Suku Moi yang merupakan suku asli di Sorong, Papua Barat, memiliki kekhasan adat dan budayanya. Suku Moi memiliki budaya, bahasa, organisasi sosial, dan sistem pendidikan adat yang disebut Kambik. Kambik merupakan harta penting yang melestarikan kearifan adat.
Sayangnya, pengetahuan lokal yang luhur itu makin meredup. Bahkan saat ini generasi terakhir yang mengenyam pendidikan adat Kambik ini tinggal beberapa orang yang tersebar di Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Tambrauw, dan Raja Ampat.
Bagi Suku Moi, pendidikan adat Kambik ini mengajarkan tentang beragam ilmu kehidupan yang menyatu dengan alam. Sekolah adat Kambik hanya dikhususkan untuk anak laki-laki yang dilakukan di sebuah pondok tersendiri yang jauh dari perkampungan.
Read Also: Praktik Baik dari Timur Indonesia Modal untuk Ekonomi Biru
“Pendidikan adat Kambik sudah ada sejak nenek moyang, bahkan sebelum ada pendidikan sekolah seperti saat ini,” kata Joshua Ulim, Dewan Adat Suku Moi, seperti dilansir kabarpapua.co.
Menurut Joshua, dengan pendidikan adat tersebut, masyarakat Suku Moi hidup teratur, aman, damai, dan tidak ada kejahatan. Masyarakat menaati aturan yang diterapkan dalam adat dan budaya.
Peserta sekolah adat akan mendapatkan gelar akademik seperti sekolah modern. Gelar terendah adalah unsulu dan gelar tertinggi disebut wariek atau sukmin. Masa pendidikan itu berlangsung selama 18 bulan.
Read Also: Belajar Berdiplomasi Lewat Media Sosial di SED Nasional
Sekolah Kambik ini memberikan pelajaran tentang kedokteran, pertanian, perikanan, aturan adat, hubungan antara manusia dengan alam, dan bahkan demokrasi. Suku Moi mengajarkan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk berbicara, mengemukakan pendapat, dan bahkan memimpin masyarakat. Mereka juga belajar tentang sikap yang menghargai dan melestarikan alam. Pengetahuan adat ini membuat Suku Moi tetap melindungi hutan dari pihak lain yang ingin mengubah hutan menjadi perkebunan.
Pengetahuan pengobatan tradisional
Salah satu pengetahuan yang diperoleh dari sekolah adat Kambik adalah pengetahuan tentang pengobatan. Suku Moi sudah mengenal ilmu pengobatan jauh sebelum ada ilmu medis modern. Bahkan dalam kearifan adat ini dikenal pula sistem pengobatan rawat inap dan rawat keliling, seperti halnya dalam pengetahuan kedokteran modern.
Pengetahuan tentang ilmu pengobatan Suku Moi ini terdiri atas dua bagian penting. Pertama, penyembuhan yang dilakukan dengan pengobatan oleh dokter khusus dari alumni sekolah Kambik. Kedua, pengobatan yang dilakukan oleh orang yang tidak mengikuti pendidikan adat.
Read Also: Serunya Kelas Mangrove di Jamnas XI 2022
Pengetahuan pengobatan khusus diberikan kepada laki-laki agar mereka memiliki keahlian khusus tentang berbagai jenis penyakit. Mereka juga diajari untuk mengenali jenis obat alam yang tersedia di hutan. Bahkan mereka ada yang memiliki kemampuan supranatural dalam hal pengobatan yang oleh Suku Moi disebut nedala. Mereka diyakini menguasai bahasa alam sehingga bisa mendeteksi sumber penyakit dan dapat berkomunikasi dengan penyakitnya. Mereka memiliki kualifikasi untuk melakukan pengobatan terhadap pasien dengan tingkat kehati-hatian dan keamanan yang baik.
Selain pendidikan pengobatan khusus, ilmu pengobatan juga boleh diturunkan kepada laki-laki yang tidak mengikuti sekolah adat Kambik, dan bahkan kepada para perempuan. Hal ini sebagai antisipasi ketika ada pasien yang memerlukan pertolongan pada saat alumni Kambik sedang tidak ada.
Read Also: Mimpi Baru Anak Muda untuk Lingkungan dan Demokrasi yang Lebih Baik
Ilmu pengetahuan yang boleh diturunkan kepada laki-laki selain alumni sekolah Kambik dan perempuan ini disebut folos nelagi (folos = pengetahuan, nelagi= perempuan). Pengobatan ini akan membantu para perempuan ketika memberi pertolongan saat ada yang melahirkan. Dengan pengetahuan tersebut, para perempuan dapat mengenali obat-obatan, cara bersalin secara tradisional, mengatur kehamilan dengan cara alami.
Sayangnya modernitas kini makin meninggalkan pendidikan adat Kambik. Sebenarnya sistem pendidikan modern dan pendidikan adat dapat berjalan bersama. Pendidikan formal akan membantu kemajuan pembangunan Papua Barat. Sementara itu, pendidikan adat Kambik membantu pelestarian tradisi, budaya, dan alam yang mereka miliki. Menurut Joshua, pendidikan adat Kambik terakhir kali dilakukan pada 1962. Ia berharap pendidikan adat ini dihidupkan kembali agar generasi muda Suku Moi tetap melestarikan adat dan budayanya.