Sejak kemunculannya di Indonesia awal Maret 2020 silam, belum ada tanda-tanda jika pandemi Covid-19 ini akan segera mereda atau bahkan berakhir. Sebaliknya, angka statistik justru semakin hari semakin menunjukkan peningkatan penularan. Tak terkecuali di wilayah Indonesia bagian timur.
Berdasarkan data dari laman kawalcovid19.id, sudah 218.382 orang di seluruh wilayah Indonesia yang terpapar Covid-19 per 13 September 2020. Ironisnya, 8.723 diantaranya meninggal dunia. Kasus penularannya pun kini semakin tersebar merata di 34 Provinsi di Indonesia, termasuk di Provinsi Papua Barat. Menurut catatan Satuan Gugus Tugas Covid-19 Papua Barat, per 13 September 2020 sudah ada 1.828 kasus suspek dan 1.149 kasus positif dengan 41 orang meninggal dunia, termasuk dr. Titus Taba, ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Papua Barat.
Wabah yang semakin meresahkan ini tentu saja tak akan bisa diatasi dengan efektif jika hanya salah satu pihak saja yang bertindak. Usaha pemerintah pun tak akan mampu menekan penyebarannya jika tidak disertai peran serta dan kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin. Idealnya, semua memang mesti terlibat secara aktif, tak terkecuali seluruh lapisan masyarakat sendiri. Namun, entah apa sebabnya, penanganan Covid-19 di Indonesia terasa masih jauh panggang dari api.
“Su dikasih denda 500 ribu kalau tra pake masker tetap saja tra ngaruh,” ujar Rezky, seorang sopir usaha rental mobil di Kota Sorong.
Ia tampak kesal dengan respon kebanyakan warga terhadap Covid-19. Menurutnya, masyarakat di Kota Sorong masih cenderung abai terhadap pandemi ini. Protokol kesehatan yang digaungkan pemerintah daerah rupanya belum dapat memantik perhatian mereka untuk ikut mencegah penularan agar tak semakin merajalela. Masyarakat beraktivitas seolah-olah wabah tidak ada. Banyak yang masih berkegiatan di luar rumah tanpa mengenakan masker dan menjaga jarak. Padahal, kasus Covid-19 di Sorong tidak bisa dikatakan rendah. Menurut laman Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, per 13 September 2020 terdapat sebanyak 535 kasus positif di Kota Sorong dan merupakan yang tertinggi di Papua Barat. Sementara di Kabupaten Raja Ampat yang merupakan salah satu destinasi wisata andalan, hingga 13 September 2020, ada kasus positif sebanyak 52. Bertambah 33 kasus dibanding dua hari sebelumnya yang hanya 19 kasus di tanggal 11 September 2020.
Akibatnya, sama seperti yang terjadi di kota-kota lain di Indonesia, efek dari pandemi ini pun mulai benar-benar terasa. Banyak pekerja dirumahkan. Usaha wisata ditutup. Transportasi logistik antardaerah dibatasi. Menurut informasi dari seorang narasumber di Bandar Udara Domine Eduard Osok Sorong, maskapai Susi Air bahkan menutup penerbangan dari dan menuju Bintuni karena pembatasan diberlakukan di wilayah tersebut.
Sebagai bagian dari upaya penanganan dampak Covid-19, Yayasan EcoNusa sebagai organisasi nirlaba yang fokus pada pengelolaan sumber daya alam dan masyarakat adat di Indonesia Timur tergerak untuk turut berkontribusi mengurai persoalan yang muncul menyusul pandemi. Yayasan EcoNusa menggagas kegiatan EcoNusa Covid-19 Response dan bekerja sama dengan Perjampat (Perkumpulan Penggerak Usaha dan Penghidupan Masyarakat Asli Raja Ampat) untuk memberikan dukungan kesehatan, ketahanan pangan, dan penguatan bagi pelaku ekowisata yang terseok akibat absennya kunjungan wisatawan selama pandemi. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk menjangkau masyarakat pesisir di pelosok Kabupaten Raja Ampat yang jauh dari akses kesehatan dan pusat kota.
Baca juga: “Kegiatan seperti ini belum pernah ada di Kampung Arefi Timur”
Selain di Raja Ampat, Econusa Covid-19 Response juga dilakukan di Maluku dan Maluku Utara. Di Maluku Utara dengan menggandeng Perkumpulan PakaTiva. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah kampanye hidup sehat, mendukung tenaga kesehatan dengan bantuan APD, dan peningkatan ekonomi dengan pelatihan pertanian organik yang bertujuan untuk membangun sistem pasar lokal.
Sejak 10 September 2020 lalu, tim Econusa Covid-19 Response Raja Ampat telah berlayar mengitari perairan Kepulauan Raja Ampat dengan kapal Kurabesi, sebuah kapal live on board sepanjang 23 meter. Ekspedisi yang diawaki 12 orang, termasuk tim relawan pertanian dan kesehatan ini menyasar 13 wilayah di Raja Ampat, yakni Arefi, Saukabu, Selpele, Arborek, Sawingrai, Kri, Sapokren, Waisai, Urbinasopen, Mayaifun, Kaliam, Solol, dan Amdui.
Menurut Cory Adriani Kapa, project leader EcoNusa Covid-19 Response, selama 15 hari hingga tanggal 25 September 2020, ekspedisi akan melaksanakan tiga agenda utama.
Pertama, penyuluhan kesehatan dan sosialisasi protokol kesehatan terkait COVID-19. EcoNusa juga akan menyerahkan puluhan baju alat pelindung diri (APD), ribuan masker kain, ratusan masker medis, ratusan pelindung wajah (face shield), dan puluhan alat tes cepat (rapid test), t-shirt, dan buku saku pencegahan COVID-19 bagi warga kampung.
Kedua, penyuluhan pertanian organik dengan tujuan meningkatkan ketahanan pangan. Tim akan membagikan 3.500 benih tanaman, 645 kemasan pupuk, dan 100 alat pertanian (cangkul, gerobak, spray, dll).
Ketiga, sosialisasi dan bantuan terkait penguatan ekowisata dengan menggandeng Asosiasi Homestay Raja Ampat. Bekal ini diharapkan dapat mempersiapkan para penyedia ekowisata ketika Raja Ampat dibuka kembali dengan penerapan new normal. Bantuan berupa atap daun sagu (300 unit) dan dinding (250 unit) untuk keperluan renovasi penginapan yang rusak di enam wilayah berkolaborasi dengan Asosiasi Homestay Raja Ampat.
“Diharapkan EcoNusa Covid-19 Response bisa menjadi salah satu upaya EcoNusa untuk mengedukasi masyarakat adat agar tetap waspada. Kegiatan ini juga diharapkan bisa membantu mereka dalam hal ketahanan pangan,” imbuh Cory sebelum awak ekspedisi bergerak ke Pelabuhan Usahamina untuk memulai perjalanan dengan Kurabesi.
Tim EcoNusa Covid-19 Response Raja Ampat:
Tim Yayasan EcoNusa, yakni Bustar Maitar (CEO Yayasan EcoNusa), Cory Adriani Kapa (Project Leader), Yuliastuti (Project Assistant), Samuel Wospakrik (Program Officer), Matheos Yacobus Rayar (Field Associate) dan Novie Sartyawan (Producer).
Tim Dokumentasi, yakni Muhammad Syukron Makmun (Writer), Mohamad Chafiz (Videographer).
Tim Pertanian, Keranahan Pangan dan Livelihood, yakni Jemima Desi Wamna (Farming Volunteer), Utreks Hembring (Farming Volunteer).
Relawan Umum dan Logistik, yakni Marco Maliq Hafiedz (Volunteer Dokumentasi).
Relawan Kesehatan, yakni dr. Lalu Rahmat Yuanda Aji (Volunteer Kesehatan), Destyana (Volunteer Kesehatan)
Editor: Leo Wahyudi