Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Dari Hutan Papua, Selamatkan Suhu Dunia

Bagikan Tulisan
Hutan hujan tropis di Sorong Selatan, Papua Barat, dengan tutupan yang masih rapat. (Yayasan EcoNusa/Moch Fikri)

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat berkomitmen untuk menjaga luasan hutan Papua sebesar 70 persen. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kontribusi Papua Barat untuk mencapai target penurunan emisi nasional.

Tren kenaikan temperatur atmosfer global saat ini meningkat hingga 1°C, dibanding masa sebelum revolusi industri. Diperkirakan jika kenaikan terus berlanjut, maka pada akhir abad 21 nanti, kenaikan akan meningkat hingga 3°C. Mampukah manusia di seluruh dunia menghadapinya?

Menanggapi hal ini, Director Program Yayasan EcoNusa, Muhamad Farid, menjelaskan pentingnya melakukan penurunan volume gas rumah kaca (GRK). Berbagai studi ilmiah dan pemberitaan mengungkapkan bahwa, di tahun 2018 volume GRK sudah melewati 400 part per million (PPM).

Menurut Farid, temperatur di Rusia mencapai 42°C, India hampir menyentuh 50°C dan Indonesia mencapai minus 11°C (di Gunung Kidul). Hal ini memang sesuai dengan prediksi para ahli dari 40 negara yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Data IPCC menyebutkan, jika volume GRK mencapai 450 PPM, maka akan terjadi “kiamat kecil”. “Disebut demikian, sebab disertai fenomena bertambahnya panas global yang tidak menentu dengan cuaca ekstrim,” jelas Farid.

Menjaga hutan penting untuk menurunkan volume tersebut. Hutan berperan penting dalam hal ini, sebab menjadi tempat menyimpan dan menyerap karbon. Salah satu karbon yang diserap adalah gas karbon dioksida (CO2) yang terkandung dalam GRK. Hutan bertanah mineral di Indonesia, diperkirakan menyimpan minimal 190 ton karbon per hektar per tahun (Litbanghutt, KLHK, haruni et all, 2015). Untuk hutan tanah gambut, jumlahnya dapat mencapai 400 ton per hektar per tahun. Jumlah ini bervariasi, tergantung kedalaman lahan.

Angka stok karbon yang tersimpan di hutan primer tersisa mencapai 5,16 gigaton* sangat signifikan dijaga dalam pemenuhan target penurunan emisi sektor lahan di tahun 2030 sebesar 497 juta ton CO2e (NDC 2017). Hal ini dapat terwujud jika konservasi hutan dilakukan secara total, dengan mengesampingkan pembangunan di hutan alam. Demi mewujudkan hal ini, Yayasan EcoNusa bekerjasama dengan Pemprov Papua Barat mendorong peninjauan kembali perizinan perkebunan kelapa sawit. Ini penting untuk melacak wilayah hutan konsesi yang bernilai tinggi dalam hal konservasi dan karbon.

Pada kawasan yang telah mengantongi izin tersebut, masih terdapat land bank atau lahan yang masih berupa hutan dan belum dikelola sebagai lahan perkebunan walaupun sudah memperoleh izin. Lahan jenis ini masih sangat memungkinkan untuk dikembalikan kepada fungsi awalnya, sebagai lahan konservasi.

Proses peninjauan kembali perizinan, juga akan menyasar pengelolaan hutan yang bermasalah. Jika ada temuan demikian, maka akan diberi rekomendasi untuk pencabutan izin. “Tujuan kita adalah untuk menghapus konsesi guna menyelamatkan 500 ribu hektar hutan, yang sebanding dengan menjaga 95 ribu ton karbon atau 298,3 juta ton emisi CO2e per tahun atau berkontribusi 60 persen target penurunan emisi nasional sektor lahan,” pungkas Farid.

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved