Search
Close this search box.
EcoStory

Bupati Kaimana Siap Dorong Perda Sasi Pala jika Didukung Komitmen Warga

Bagikan Tulisan
Bupati Kabupaten Kaimana, Freddy Thie, saat berbincang dengan wartawan di kantornya. (Yayasan EcoNusa/Alberth Yomo)

Bupati Kabupaten Kaimana, Freddy Thie, menyatakan dukungannya untuk mendorong Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur tentang sasi pala. Namun, ia masih ragu dengan komitmen dan kesungguhan para pekebun pala di Kabupaten Kaimana.

Pernyataan ini disampaikan Freddy ketika menerima kunjungan sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Selasa 15 Maret 2022. 

“Kalau itu aspirasi rakyat, saya sebagai Bupati dan atas nama pemerintah daerah pasti dukung. Tapi kalau kita sudah sepakat, komitmen ini harus jalan. Pertanyaannya sekarang, apakah perlu pemerintah keluarkan regulasi?” tanya Freddy.

Baca juga: Sasi Sambite: Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Pala Arguni Bawah

Model konservasi lokal untuk pala ini merupakan sesuatu yang baru, karena selama ini orang lebih familiar dengan sasi laut. Hanya saja, menurut Freddy, masyarakat harus punya komitmen, agar memanen pala hanya ketika sudah benar-benar matang.

“Saya pernah tanya kepada Kepala Kampung Manggera, kalau tidak komitmen dengan sasi pala, sanksinya apa? Harus ada sanksi supaya semua masyarakat segan. Jangan cuma pencitraan. Jangan jadi bahan jualan, setelah itu kosong atau tidak dijalankan,” ujarnya.

Menurut Freddy, pala merupakan komoditi yang cocok di Kaimana, khususnya untuk masyarakat di Distrik Arguni Bawah dan Distrik Buruwai. Iklim Kaimana yang sama seperti Fakfak, cocok untuk komoditi pala.

Baca juga: Mendongkrak Produktivitas Pala di Kaimana

“Saya dulu pedagang pala. Persoalan yang kita hadapi di Kaimana adalah kualitas pascapanen. Masyarakat buru-buru panen, padahal belum waktunya. Pala yang benar-benar matang itu sudah hitam. Kita jual di Surabaya, pembeli tanya ini pala dari mana. Kalau bilang dari Fakfak itu harganya lebih tinggi, kalau Kaimana harganya rendah, karena kualitas pala dari Fakfak lebih bagus,” kata Freddy.

Menurut Freddy, selain dilihat dari warnanya, pala yang belum kering juga bisa diketahui saat memegang karungnya. Jika karungnya panas, pala belum betul-betul kering. “Namun jika saat dipegang karungnya tidak terasa panas, pasti palanya sudah kering,” kata Freddy.

Freddy kemudian mengenang program sejuta pala dari Bupati pertama Kabupaten Kaimana, Hasan Achmad Aituarauw, pada 2003. “Program ini sangat baik dan berpihak kepada masyarakat. Kalau program itu jalan baik, sekarang ini kita bisa lihat masyarakat sejahtera. Tapi karena pengawasan yang kurang, maka hasilnya tidak  maksimal,” katanya menjelaskan.

Baca juga: Teluk Arguni, Gudang Pala dan Komoditas Hutan Kaimana

Freddy kemudian menantang para kepala kampung untuk mengalokasikan dana kampung sebesar Rp5 juta untuk bibit pala. “Jangan berpikir infrastruktur, tapi (pikirkan) bagaimana masyarakat punya perut. Tidak perlu uang banyak-banyak. Kalau dana desa kita alokasikan Rp5 juta untuk bibit pala, itu akan sangat membantu,” ujarnya.

Freddy menjelaskan, harga pala 1 kilogram pala kering sekitar Rp40 ribu. Jika dana Rp5 juta untuk bibit pala tersebut digunakan untuk membeli pala kering, maka akan mendapat 125 kilogram. “Kalau satu kilogram isinya 50 biji, berarti dapat 6.250 biji. Jika satu kampung hanya 100 kepala keluarga, maka 6.250 biji bagi 100 kepala keluarga, maka satu kepala keluarga bisa dapat 62 bibit pala,” kata Freddy.

Freddy mengatakan, sebenarnya produksi pala di Kaimana lebih banyak dari Fakfak. Saat ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Kaimana berfokus pada produksi pala tersebut. Namun ia juga mengharapkan dukungan dari masyarakat. “Bukan saja lewat APBD (Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah), tapi lewat dana desa, juga masyarakat harus berpikir,” ujarnya.

Ia berharap kualitas pala di wilayah yang dipimpinnya akan meningkat dengan kerja sama berbagai pihak. “Mudah-mudahan dengan difasilitasi EcoNusa dan ada komitmen baik dari masyarakat, kualitas pala Kaimana seiring berjalannya waktu akan menjadi lebih baik,” kata Freddy.

Editor: Leo Wahyudi, Lutfy Putra, Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved