Peneliti Amerika Serikat, Jenna Jambeck, pada 2015 melansir temuan bahwa Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia. Hasil penelitian ini menjadi pukulan bagi Indonesia, yang membuat Presiden Joko Widodo menyusun langkah strategi untuk pengurangan 70 persen sampah plastik di lautan pada 2025 mendatang.
Demi memenuhi target tersebut, Kementerian Koordinator Maritim bersama kementerian terkait lainnya membentuk Rencana Aksi Nasional yang diatur dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut. Masyarakat pun ikut mendukung upaya tersebut, dengan menginisiasi sejumlah aksi.
Berbagai gerakan penyadartahuan tentang bahaya sampah plastik, terus diinisiasi oleh berbagai organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, sejumlah Pemerintah Daerah turut membuat aturan terkait. Ketika ramai diperbincangkan publik, isu ini mampu menggalang kekuatan baru sebagai dukungan bagi upaya pengurangan sampah plastik tersebut.
Keberadaan sampah plastik, terutama plastik sekali pakai di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Besarnya jumlah sampah ini tak hanya merusak lingkungan darat, namun juga perairan nusantara. Sampah di laut Indonesia kini menjadi momok tersendiri, seakan menghantui kita dalam wujud monster yang lahir dari kumpulan plastik.
Monster plastik menjadi simbol bagi gerakan menjaga laut Indonesia, dari ancaman sampah plastik sekali pakai. Bersama gerakan Pandu Laut Nusantara yang diinisiasi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, Program Laut Yayasan EcoNusa mengajak seluruh pihak untuk bangkitkan kepedulian masyarakat melalui sosok monster plastik. Dengan dukungan para seniman, Yayasan EcoNusa jadikan monster plastik ini mewujud nyata.
Sebanyak 500 kilogram sampah plastik sekali pakai yang dijaring dari laut Jakarta, diolah sedemikian rupa. Setelah dibersihkan, sampah berupa kemasan pembungkus, botol, sedotan dan sebagainya ini, ditumpuk hingga membentuk sosok ikan laut dalam (angler fish) dalam wujud menyeramkan. Badan besar penuh plastik, dengan mulut menganga yang siap menelan bumi.
Perairan Indonesia darurat sampah plastik. Pesan ini yang dibawa oleh si monster plastik kepada masyarakat luas. Pandu Laut Nusantara membawa monster plastik ke Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta, sebagai wujud kemunculan si monster plastik dari lautan (20/07/2019). Sejumlah tokoh berpengaruh nasional, seperti pemusik Kaka dan Ridho Slank, aktivis lingkungan Bustar Maitar dan Tiza Mafira, serta jurnalis Prita Laura turut serta dalam kampanye ini.
Simbolisasi keberadaan sampah plastik berwujud monster plastik ini, menarik perhatian banyak kalangan terutama pemerhati lingkungan. Organisasi kemasyarakatan dan komunitas yang berfokus pada isu sampah plastik, bergabung dalam aliansi peduli lingkungan. Sebanyak 49 organisasi tergabung di dalamnya, bersuara satu untuk menolak plastik sekali pakai.
Jumlah sampah plastik sekali pakai di lautan Jakarta sangat mengkhawatirkan. Setidaknya 7.452 ton sampah diproduksi setiap hari di ibukota negara ini. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menyebutkan bahwa, Jakarta menyumbang sampah sebanyak 2.000 ton per tahun. Dengan demikian, setiap harinya warga Jakarta menghadapi lebih dari 3.600 sosok monster plastik setiap harinya.
Tak hanya sebagai simbol, kemunculan monster plastik di Sunda Kelapa sekaligus menguatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya sampah plastik sekali pakai. Sosok monster plastik ini mendesak pemerintah, utamanya Pemda DKI Jakarta, untuk mengeluarkan larangan penggunaan plastik sekali pakai oleh industri. Inovasi terkait material kemasan agar ramah lingkungan ini, turut disuarakan masyarakat yang bergotong-royong melawan sampah plastik sekali pakai.