Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Noken: Kearifan Lokal Bernilai Luar Biasa

Bagikan Tulisan
Mama dan bapak dari Suku Moi menggunakan pakaian adat dan membawa noken dalam upacara adat untuk mendoakan kapal EcoXplorer. (Yayasan EcoNusa)

Papua dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Budayanya pun sangat beragam. Terdapat sekitar 300 kelompok suku bangsa di sana. Salah satu budaya yang unik dan khas dari Papua adalah noken. “Noken merupakan kerajinan tradisional masyarakat Papua berbentuk tas bertali yang cara membawanya dikalungkan di leher, pundak, atau digantungkan ke kepala bagian dahi lalu diarahkan ke punggung,” kata Fransisco Weridit Koordinator Komunitas Noken Papua di webinar TM Share 267: Noken: Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia Timur, pada Sabtu, 17 Desember 2022.

Noken menjadi kearifan lokal yang semakin dikenal sejak UNESCO menetapkannya sebagai warisan takbenda pada 2012. Umumnya noken memiliki kegunaan yang sama seperti tas, yakni untuk membawa kebutuhan sehari-hari. Namun, menurut Fransisco, “Noken tetaplah noken bukan tas ataupun kantong, begitu pun sebaliknya tas bukanlah noken”.

Noken biasanya digunakan untuk menggendong bayi, membawa hasil panen untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga untuk menyimpan makanan yang ada di rumah. Selain itu, noken juga digunakan dalam acara adat seperti pelamaran gadis, upacara adat, upacara inisiasi anak, penobatan kepala suku, penyimpanan harta pusaka, dan penyambutan tamu. 

Baca Juga: Kopi Paniai jadi Finalis di Jakarta Coffee Week 2022

Yurita Fuji, seorang fashion designer menampilkan noken dalam London Fashion Week 2018.. “Noken bisa masuk dalam ajang internasional bukan hanya dilihat dari sisi desain, namun tentang bagaimana cerita di balik pembuatan noken itu sendiri,” kata Yurita.  

Menurut Yurita,  banyak kendala untuk menampilkan noken di ajang bergengsi tersebut. Salah satunya sudah banyak bahan baku noken yang sulit ditemukan sehingga ia kesulitan membeli noken dalam jumlah banyak. Selain itu,  belum adanya informasi terkait batasan-batasan untuk penggunaan noken. “Hal tersebut terjadi karena kurangnya edukasi mengenai pemanfaatan noken selain sebagai tas. Padahal, jika dikulik lebih dalam lagi noken memiliki nilai jual yang sangat baik, ujarnya. Yurita berharap agar noken bukan hanya sekedar warisan budaya, tapi juga memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat adat.  

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit 56 Boven Digoel, Ade John, punya pendapat berbeda. Menurut dia, stok noken tergolong banyak namun cakupan pasarnya yang kurang luas. Ini karena noken dipasarkan dengan harga yang lumayan tinggi, Rp250 ribu-Rp1 juta. Sehingga banyak masyarakat yang kurang minat untuk membeli noken, “Kalau noken mahal, itu bukan soal nokennya. Tapi mahal karena prosesnya” ujar John.

Baca Juga: Masyarakat Adat Harus Menjaga Hak Atas Sumber Daya Alamnya

Ade John mengatakan tahun ini KPHP Unit 56 akan melakukan proses pembibitan pohon yang menjadi bahan baku noken, yakni pohon ganemo. Pembibitan dilakukan bersama masyarakat lokal. Selanjutnya, masyarakatlah yang akan melanjutkan budidaya sehingga mereka bisa mendapatkan kulit kayu ganemo lebih mudah. Ade John berharap dengan cara ini, noken bisa terus dilestarikan. “Karena noken bukan hanya sekedar tas, namun lambang budaya sekaligus pendukung aktivitas hidup di Tanah Papua,” ujarnya. 

Komunitas Noken Papua juga berupaya melestarikan noken, antara lain dengan menanam bahan baku noken, membuat pelatihan untuk pembuatan noken, dan membuat program yang juga didukung oleh Kementerian Pendidikan dan  Kebudayaan yaitu Noken Masuk Sekolah (NOMASE). 

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved