Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Komunitas Umat Beragama Berperan Penting Melindungi Bumi

Bagikan Tulisan
Ilustrasi komunitas umat beragama

Partisipasi komunitas umat beragama akan memberikan dampak besar dalam mengendalikan laju pemanasan global. Jumlah anggota komunitas yang masif dan tidak dibatasi pranata sosial, tidak saja berperan dalam upaya mitigasi dampak krisis iklim, namun juga menyelamatkan bumi. Saling dukung komunitas umat beragama dan masyarakat adat akan membawa harapan baru dalam upaya memperbaiki kondisi bumi.

Direktur Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia, Hanafi Guciano, mengatakan menjaga kelestarian alam, seperti mencegah deforestasi, merupakan bentuk rasa syukur terhadap ciptaan Tuhan. Bila itu tidak dilakukan, deforestasi tidak hanya menolak karya Tuhan namun juga menjadi penyebab krisis kemanusiaan.

Baca juga: Regulasi Mengangkat Pengetahuan Adat

“Penggundulan hutan sudah jadi krisis kemanusiaan karena mengancam generasi berikutnya. Tindakan itu akan membawa berbagai bencana seperti banjir, longsor, dan kenaikan permukaan air laut. Banyak negara yang garis pantainya rendah sudah mulai tenggelam,” kata Hanafi dalam diskusi daring “Mace Papua: Kemuliaan Alam dalam Iman” pada Senin (21/9/2020).

Hanafi menuturkan, aksi komunitas umat beragama dapat mendukung perjuangan masyarakat adat yang telah menjaga keharmonisan bumi sejak ribuan tahun lalu. Menurut Hanafi, kearifan lokal dan pengetahuan masyarakat adat adalah cara paling murah dalam menjaga keharmonisan alam. Sayangnya, masyarakat adat belum mendapat tempat dan pengakuan yang signifikan. 

“Masyarakat adat kurang dari 5 persen dari total penduduk bumi, tapi mereka adalah penyelamat 80 persen keanekaragaman hayati bumi yang ada di sekitar tempat tinggal masyarakat adat. Sayangnya mereka terancam oleh industri ekstraktif yang masuk ke hutan. IRI mengimbau kepada pemimpin agama bergabung dengan pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil untuk melindungi hutan dan bergerak bersama masyarakat adat,” ujar Hanafi. 

Baca juga: Saka Mese Nusa Menggema di Sekolah Kampung Morekau

Perjuangan masyarakat adat dalam menjaga lingkungan salah satunya ditunjukkan oleh Kepala Kewang Negeri Haruku Eliza Marten Kissya. Opa Eli, sapaan Eliza, telah menjaga alam Negeri (kampung) Haruku, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, selama 42 tahun. Bagi Opa Eli, hutan dan laut adalah titipan yang harus dikembalikan ke generasi berikutnya. 

Keseharian Opa Eli diisi dengan kegiatan pembibitan dan penanaman mangrove, mendidik kader penyelamat lingkungan, penangkaran burung maleo, penyelamatan penyu belimbing, dan konservasi terumbu karang. Opa Eli juga mengatur pembukaan dan penutupan sasi laut. 

“Kalau kita tidak bijaksana mengatur sumber daya alam, mungkin satu generasi saja yang bertahan kemudian meninggalkan kampung, karena pulau kita teralu kecil. Sumber daya alam sedikit dan harus diatur dengan aturan adat sasi. Sasi adalah larangan, sebelum waktunya tidak boleh diambil,” ucap Opa Eli.

Baca juga: Malaumkarta Perlu Generasi Penerus Adat

Kerja sama komunitas umat beragama dengan masyarakat adat dapat terlihat di Provinsi Papua. Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pengharapan Jayapura bersama masyarakat adat membuat sejumlah analisis lingkungan dan menyerahkan dokumen tersebut ke pemerintah sebagai bentuk rekomendasi kebijakan. 

Dalam menyambut 109 tahun HUT Kota Jayapura dan Pekabaran Injil di Tanah Tabi, GKI Pengharapan Jayapura menerbitkan dokumen Status Lingkungan Hidup Kota Jayapura dan menyerahkan 12 rekomendasi sebagai naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Taman Wisata Teluk Youtefa.

Didukung 5.513 jemaat, GKI Pengharapan Jayapura juga melakukan pemantauan dan advokasi revegetasi hutan di Lereng Dafonsoro, kawasan penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloops.

“Kami mengharapkan adanya perubahan perilaku masyarakat lokal dalam meniadakan kebakaran hutan. Lewat advokasi ini kami coba berikan pendidikan lingkungan hidup kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah kampung agar mereka bicara kepada masyarakat, memberikan penyadaran lingkungan,” papar Ketua Komisi Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) GKI Pengharapan Jayapura, Peter Wamea.

Editor :Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved