Setelah kedatangan David Gibbs, ornitologis asal Inggris, untuk mengamati tingkah laku burung cenderawasih atau bird-of-paradise (Paradisaeidae) di Kampung Syoubri, ia membawa tamu lain yang membantu meningkatkan pendapatan masyarakat tanpa merusak ekosistem hutan Pegunungan Arfak. Perlahan-lahan Arfak mulai mendunia.
Terkesima dengan pengetahuan Zeth Wonggor, pemuda asli Arfak, tentang burung dan hewan lain di hutan Arfak, Gibbs kembali menemuinya. Kali ini Gibbs tak sendiri. Ia datang membawa sekelompok orang untuk mengamati burung. Ini hal yang sama sekali baru bagi masyarakat di Pegunungan Arfak.
Baca juga: Zeth Wonggor, David Gibbs, Pionir Ekowisata (Bagian I)
“Dia datang (bersama grup) satu bulan (lalu) kembali. Kalau dia sendiri, satu minggu (lalu) kembali. Satu bulan itu untuk siapkan pondok, cari semua jenis cenderawasih yang ada di sini, shooting, lalu bawa itu semua,” kata Zeth Wonggor kepada EcoNusa di kediamannya. Dari perjalanan itu, Zeth mengenal konsep pemandu wisata.
Kedatangan Gibbs berarti ada pekerjaan bagi Zeth dan masyarakat Syoubri. Ia juga menikmati santapan lain yang dibawa oleh Gibbs dari Manokwari. Lidahnya mencicipi olahan makanan lain yang tak ada di hutan. “Saya tanya ke Gibbs, ‘Ini beli di mana?’ Dia bilang, ‘Beli di Manokwari.’ Sekarang saya mengerti uang ini bisa membeli makanan enak, beda dari burung-burung,” tutur Zeth.
Zeth mengatakan, masyarakat kerap memburu berbagai binatang di hutan untuk bertahan hidup, bukan dijual. Para orang tua mengajarkan anak-anak mereka cara berburu berbagai jenis binatang, termasuk cenderawasih. Bagaimana rasanya? “Burung ini semua tidak enak. Tidak ada dagingnya. Ada yang gatal, ada yang pahit. Yang enak itu hanya merpati,” ungkap Zeth.
Dari petualangannya, Gibbs mengabarkan berbagai pertemuan mereka kepada David Attenborough, penulis dan penyiar kenamaan BBC. Dalam dunia dokumenter kehidupan alam liar, Attenborough adalah salah satu nama besar yang patut dirujuk. Ia telah menghasilkan berbagai program dokumenter dan membuka mata banyak orang tentang kehidupan alam liar.
Periode awal karir Attenborough menyiarkan program televisi dokumenter alam melalui Zoo Quest. Sepanjang 42 episode, Attenborough berkelana dari Kebun Binatang London hingga ke Indonesia. Dalam dokumenter Zoo Quest for A Dragon (1956), ia menyiarkan orangutan, siamang, trenggiling, komodo, hingga pelaksanaan ritual adat Bali. Setelah itu, program Life on Earth menjadi semakin melambungkan namanya.
Bacaa juga: Jalan (Masih) Panjang di Balik Kemenangan
Program serial dokumenter Life on Earth disiarkan sejak pertengahan Januari 1979. Dalam tiga belas episode, dokumenter itu menceritakan berbagai macam bentuk kehidupan di alam liar. Diawali dengan kehidupan berbagai spesies di hutan hujan Amerika Selatan, invertebrata, tanaman dan binatang awal kehidupan bumi, hingga perjalanan evolusi manusia.
Dalam episode ke-8 berjudul Lords of the Air yang disiarkan pada 6 Maret 1979, Attenborough menarasikan bagaimana peran penting bulu bagi evolusi burung, termasuk pemilik bulu yang menawan, keluarga bird-of-paradise. Sayangnya, dari 53 menit durasi film, pembahasan cenderawasih baru dimulai pada menit ke-29.
Narasi mendalam tentang cenderawasih diulas dalam film dokumenter Attenborough’s Paradise Birds (2015). Ia mengulas bagaimana kabar burung yang berkembang menciptakan mitos tentang burung surga hingga penangkaran buatan di Dubai milik Saud Bin Muhammed Bin Ali Al-Thani, pangeran Qatar dan mantan Menteri Budaya, Seni, dan Benda Pusaka. Dalam proses pembuatan dokumenter, Gibbs berperan sebagai asisten lapangan.
Baca juga: Catatan Perjalanan: Menyusuri Keindahan Pegunungan Arfak
Menurut Zeth, Attenborough datang ke Kampung Syoubri pada 1996 menggunakan helikopter. Angin kencang yang dihasilkan dari baling-baling membuat masyarakat takut. Pagar copot dan rumah nyaris roboh. Selain kedatangannya yang bikin heboh, ada lebih banyak pekerjaan yang bisa menambah pendapatan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua turut membantu.
Kehadiran Attenborough, publikasi Gibbs, serta promosi dari mulut ke mulut tamu yang pernah menggunakan jasa Zeth, membuat Kampung Syoubri menjadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi bagi pecinta burung dan satwa liar. Dalam laman Lonelyplanet yang menjadi acuan para pelancong di seluruh dunia, Zeth dideskripsikan sebagai “… pemandu yang sangat berpengalaman yang pernah bekerja dengan Sir David Attenborough”.
Baca juga: Yuk, Kenalan dengan Empat Cenderawasih Endemik Pegunungan Arfak, Papua Barat
Dalam satu tahun, Zeth bisa melayani lebih dari 500 orang. Biasanya, mereka datang berkelompok ke Kampung Syoubri. Jika dirinci, sekitar 4-5 kelompok per bulan yang terdiri dari 9-10 orang per kelompok. Menurut Zeth, sejak kedatangan Gibbs, ia telah mendampingi lebih dari 5.000 orang. “Negara-negara besar sudah semua. Hanya tinggal negara-negara kecil (yang belum datang ke sini),” kata Zeth. Tapi, sejak pandemi Covid-19 menyebar, tak ada tamu yang datang menggunakan jasanya.
Atas dedikasinya melindungi hutan dan merintis ekowisata di Pegunungan Arfak selama 31 tahun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan penghargaan Kalpataru 2020 kepada Zeth Wonggor. Ia masuk kategori “Perintis Lingkungan” bersama Sadikin, warga Kabupaten Bengkalis, Riau.
Zeth berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga hutan hingga akhir masa hidupnya. Ia membagi pengetahuannya tentang hutan dan burung kepada masyarakat Syoubri, juga kepada masyarakat di Tanah Papua yang tertarik untuk membuka ekowisata.
Editor: Leo Wahyudi & Nur Alfiyah