Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Sumber Air Bersih di Kampwolker Jayapura Terancam

Bagikan Tulisan
Penaman benih di sekitar Kampwolker. (Yayasan EcoNusa)

Sumber air bersih dari Sungai Kampwolker, Jayapura, Papua terancam. Tim mahasiswa dari Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih yang melakukan studi di Kampwolker menyebutkan bahwa banyak aktivitas masyarakat yang membuat kualitas air di sana menurun.

“Kondisi Kampwolker saat ini bukan saja dijadikan tempat wisata atau rekreasi, tapi ada pembukaan lahan untuk kebun tradisional yang dilakukan secara masif. Aktivitas ini jika tidak segera dihentikan, cepat atau lambat akan mengganggu fungsinya sebagai kawasan lindung dan sumber penyedia air bersih,” kata Raditya, salah satu mahasiswa yang melakukan studi tersebut di Kantor EcoNusa Jayapura, Jumat, 30 Juni 2023.

Sungai Kampwolker merupakan salah satu dari 14 sungai yang bermuara di Danau Sentani, Papua. Koordinator tim studi lapang di Kampwolker, Franklin Wakom, menjelaskan wilayah tersebut termasuk dalam kawasan cagar alam Cycloop yang seluruh komponen ekosistemnya perlu dilindungi.

Baca Juga: Mikroplastik Ditemukan dalam Garam dan Mencemari Tubuh Manusia

Kampwolker juga memiliki potensi sumber air bersih sehingga dikelola oleh PDAM –kini bernama PT Air Minum Jayapura Robongholo Nanwani atau Perseroda–. Karena keberadaannya yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat di Kota Jayapura, Franklin dan tim berharap kawasan ini segera dibentengi.

Franklin dan dua kawannya yang melakukan studi di Kampwolker merupakan mahasiswa Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Kota, Fakultas Teknik, Uncen yang melakukan Praktik Kerja Lapangan di Kantor EcoNusa Jayapura pada April-Juni 2023. Selain mereka, ada pula tiga mahasiswa lainnya yang PKL bersama. Ketiga mahasiswa tersebut melakukan studi tentang potensi pariwisata di Kampung Enggros, Kota Jayapura.

Tim yang melakukan studi di sekitar kawasan Kampung Enggros menyebutkan potensi pariwisata di wilayah tersebut cukup besar. Hanya saja perlu dilakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dan pendapatan masyarakat. “Setidaknya ada delapan sampai sepuluh hal yang kami temui sebagai penghambat,” kata Sonny Iyai, koordinator tim.

Baca Juga: KORAL Berperan Strategis untuk Bangun Narasi Laut pada 2050

Sonny menambahkan, faktor penghambat tersebut adalah sarana prasarana yang kurang mendukung, masalah kebutuhan air bersih yang kurang, kabel dan tiang listrik yang tidak tertata, kurangnya penyediaan tempat sampah, kondisi air laut yang masih kotor atau banyak sampah. Lalu biaya tempat parkir kendaraan yang tinggi, kurangnya pemanfaatan potensi lokal, kurangnya jaminan keamanan di Pantai Ciberi dan Teluk Youtefa, serta biaya masuk toilet yang mahal.

Kepala Kantor EcoNusa Regional Papua, Maryo Sanuddin (kedua dari kiri) bersama para mahasiswa PKL. (Yayasan EcoNusa/Alberth Yomo)

Menurut Sonny dan tim, perlu beberapa upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut, yakni dengan penguatan kapasitas masyarakat setempat, khususnya terkait manajemen pengelolaan pariwisata. Juga menyediakan papan informasi potensi wisata, menyediakan motor sampah, dan menambah fasilitas penunjang pariwisata.

Ketua Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Kota, Elisabeth Wambrauw, merasa bangga dan mengapresiasi presentasi para mahasiswanya tersebut. Menurut dia, pariwisata adalah hal yang positif karena bisa meningkatkan ekonomi masyarakat di Kampung Enggros dan menambah nilai lingkungan.
Selain itu, hutan mangrove Enggros juga memiliki potensi karbon biru (blue carbon). Sehingga, menurut dia, penting untuk memetakan masalah di Enggros. “Sangat bagus apa yang mereka lakukan,” kata Elisabeth.

Baca Juga: Rusa, Potensi Pendapatan Sekaligus Hama di Kampung Guriasa

Terkait kondisi Kampwolker, Elisabeth mengatakan dari hasil studi terlihat perubahan tata guna lahan yang cukup besar sehingga mempengaruhi debit air yang tersedia untuk Kota Jayapura. Berkembangnya pemukiman baru di sekitar sungai juga akan menambah masalah lain, seperti sampah, longsor, dan bencana lainnya.

Perubahan signifikan ini, kata Elisabeth, akan membuat sumber mata air menjadi tidak berkelanjutan dan sangat mengganggu warga yang ada di Kota Jayapura. ”Ini akan sangat berpengaruh besar. Studi ini masukan yang penting bagi EcoNusa dan pemerintah. Dua contoh studi kasus kecil ini telah mempresentasikan masalah yang dihadapi Kota Jayapura,” ujar Koordinator Wilayah Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) Papua dan Papua Barat tersebut.

Kepala Kantor EcoNusa Regional Papua, Maryo Sanuddin, mengapresiasi hasil studi tersebut. Ia mengatakan akan menjadikannya sebagai sumber informasi tentang Kota Jayapura. “Hasil yang dikerjakan ini akan menjadi sumber informasi penting bagi kami di EcoNusa dan bagi pihak lain yang berkepentingan,” katanya.

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved