Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Sebuah Pesan dari CEO: Mensyukuri 25 Tahun Konsistensi Menjaga Alam dan Kemanusiaan

Bagikan Tulisan

Tanggal 27 Juli 1999 adalah awal dari perjalanan hidup saya yang penuh harapan dan tantangan. Saat itu, saya masih menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih, Manokwari (sekarang Universitas Papua). Hanya setahun setelah gerakan reformasi 1998 yang mengguncang Indonesia, saya bergabung dengan gerakan mahasiswa yang berani melawan rezim pemerintahan yang korup. Meskipun jauh dari pusat gerakan di Jakarta, semangat kami sebagai anak muda di Manokwari menggelora untuk menjaga nilai-nilai demokrasi di pelosok Indonesia.

Perlawanan itu bukan tanpa risiko; kami dikejar-kejar aparat karena dianggap pemberontak, dan beberapa teman saya “hilang” dan hingga kini belum ditemukan. Keberanian kami sebagai generasi pejuang muda yang penuh semangat dan harapan untuk masa depan yang lebih baik menjadi inspirasi terbesar saya dalam memperjuangkan hak, terutama bagi masyarakat adat di Papua yang sering terpinggirkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepentingan mereka. 

Setelah rezim tumbang, saya memutuskan untuk bekerja di tingkat tapak. Lebih dekat dengan masyarakat adat, memahami dan belajar dari mereka untuk merancang peta jalan inisiatif lingkungan yang berlandaskan nilai-nilai adat istiadat, menjunjung peninggalan leluhur sebagai identitas budaya, dan kekayaan alam yang terus tergerus oleh modernisme dan eksploitasi atas nama pembangunan.

Dua puluh lima tahun lalu, saya memulai langkah ini dengan mendirikan LSM kecil, Lembaga Bantuan Pertanian, yang kemudian bertransformasi menjadi Yayasan Perdu di Manokwari. Berawal dari semangat pejuang jalanan, dengan segala keterbatasan, saya belajar tentang keberanian dan ketulusan untuk melakukan perubahan konkret. Perjuangan itu dimulai dari kampung-kampung yang nyaris tidak pernah mendapatkan perhatian dan bantuan, apalagi ekspos media, dengan kondisi geografis yang sulit dijangkau, akses transportasi dan infrastruktur yang sangat terbatas, belum lagi penolakan masyarakat karena khawatir haknya kembali dirampas. Upaya pendampingan, advokasi, dan rencana tindak lanjut dilakukan hanya bermodalkan semangat juang, minim pendanaan, bahkan sering kali kami biayai dari kantong sendiri.

Setelah Perdu, panggilan perjuangan saya tidak pernah surut. Sebagai salah satu staf pertama di kantor Greenpeace Indonesia, saya melanjutkan perjuangan dengan menyuarakan hak-hak masyarakat melalui kampanye garis keras, aksi nyata, dan lobi tingkat tinggi pada skala nasional bahkan global. Panggilan saya untuk membangun kaderisasi juga berjalan seiring dengan pembentukan organisasi pengkaderan Bentara di Manokwari, untuk mendorong kebangkitan kembali generasi muda yang tangguh dan berdedikasi di tengah zaman yang mencetak generasi pragmatis dan apatis terhadap kebijakan yang tidak memihak masyarakat.

Mimpi tentang perlindungan hak melalui pemberdayaan masyarakat yang mampu mengelola sumber daya alam secara mandiri dan berkelanjutan, saya terjemahkan juga melalui pendirian bisnis jasa layanan kapal ekowisata. Kecintaan saya pada alam Timur Indonesia mendorong saya untuk memberikan kesempatan lebih banyak orang untuk berinteraksi dan menyayangi masyarakat adat di sana. 

Dalam bahasa Indonesia, ada peribahasa, “Tak Kenal Maka Tak Sayang.” Dengan mengenal lebih dekat masyarakat adat di Papua dan Maluku, saya berharap semakin banyak orang yang peduli dan mendukung hak mereka. Keterlibatan langsung masyarakat adat dalam bisnis ekowisata ini juga mencerminkan resiliensi mereka untuk terus mempertahankan wilayah adatnya, yang tidak hanya mementingkan keuntungan, tetapi melestarikan nilai-nilai kearifan lokal.

Setelah perjalanan bersama Greenpeace, saya memutuskan untuk pulang kampung ke Papua dan berfokus pada pengembangan bisnis ekowisata, meninggalkan pengalaman panjang di dunia aktivisme sebagai bagian dari masa lalu. Namun, alam semesta tidak pernah berhenti mengingatkan saya tentang panggilan hidup saya. Beberapa teman dekat datang berkunjung dan membakar api semangat yang sempat padam, mendorong saya untuk kembali melayani masyarakat adat di Papua dan Maluku dengan berbagai dinamikanya. Momentum ini melahirkan Yayasan EcoNusa dengan pendekatan yang berbeda, tetapi dengan visi yang tetap sama: masyarakat adat dapat berdaya dan berkuasa atas tanah dan sumber daya alam yang mereka miliki.

Dalam 5 tahun perjalanan EcoNusa, kami menyadari bahwa hasil dari perjuangan harus mampu memberikan manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Itulah alasan di balik pendirian KOBUMI Indonesia pada 2022 lalu, yang didukung oleh 13 koperasi masyarakat yang menjalankan bisnis komoditas hutan dan laut lokal secara organik dan berkelanjutan. Bisnis ini dibangun sebagai katalisator dengan pendekatan yang mempermudah akses keuangan dan pasar, yang selama ini hanya diberikan ruang sempit bagi masyarakat adat dan komunitas lokal. 

Tantangan demi tantangan kami hadapi, dengan kegagalan dan keberhasilan yang datang silih berganti. Namun, setiap langkah adalah pembelajaran berharga. Setiap kali saya mengalami kejenuhan dan kebuntuan, saya selalu mengingat nasihat seorang tua adat, “Anak, katong jalan sambil bikin jalan, tra bisa tunggu orang lain datang bikin tong pu jalan baru katong ikut.” Puncak tertinggi dan terendah saya adalah proses belajar yang tidak pernah putus, sambil terus melakukan apa yang kami percaya akan mendatangkan kebaikan.

Tanggal 21 Juli 2024 juga menandai 7 tahun perjalanan Yayasan EcoNusa. Organisasi ini mampu membuktikan eksistensinya yang relevan dan kuat, dengan kualitas yang diakui secara nasional dan internasional karena inisiatif yang lahir dari kebutuhan dasar masyarakat yang kami temui langsung di lapangan. Organisasi ini memperkuat panggilan dan kontribusi “Pulang Kampung” saya, sebagai wujud bakti pada tanah kelahiran yang telah menghidupi dan membesarkan saya, Tanah Papua.

Saya berterima kasih kepada semua orang yang telah membantu menjaga konsistensi dan integritas dalam perjuangan ini, serta memperkuat dampak positif pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Saya yakin bahwa kepercayaan dan integritas adalah kunci dari setiap langkah hidup saya. Mari kita terus berjalan bersama, sambil membuka jalan untuk masa depan yang lebih baik.

Setiap langkah yang kita ambil adalah sebuah cerita, sebuah perjuangan, dan sebuah harapan. Terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan ini.

Kasumasa, Tabea, Wawawa, Lewobok, Foi.

Salam (dalam bahasa Biak, Ambon, Wamena, Moi, dan Sentani)

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved