Search
Close this search box.
EcoStory

Ridho dan Kaka Slank Ajak Masyarakat Jaga Lingkungan dengan Bersih Sampah

Bagikan Tulisan
Kaka Slank ikut memungut dan mengumpulkan sampah di sepanjang pantai di Kampung Ameth, Nusa Laut, Maluku. (Dok.EcoNusa/Victor Fidelis)

Ekspedisi Maluku EcoNusa tidak hanya mengusung misi solidaritas berupa penyaluran dukungan kesehatan untuk mencegah Covid-19 dan dukungan pertanian untuk ketahanan pangan masyarakat selama pandemi. Lebih dari itu, ekspedisi ini juga mengusung kegiatan bersih pantai (beach cleanup) dan bersih sampah dasar laut (underwater cleanup) sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan ekosistem laut di Maluku.

Sepanjang rute perjalanan menuju pulau-pulau yang dikunjungi tim ekspedisi, tampak sampah laut atau marine debris mengapung di perairan dan pantai Maluku. Bersama komunitas setempat, kelompok pemuda, dan pegiat lingkungan, tim ekspedisi menginisiasi kegiatan bersih sampah di pesisir dan perairan Maluku. Dua personil band Slank, Akhadi Wira Satriaji (Kaka) dan Mohammad Ridwan Hafiedz (Ridho), pun turut bergabung dalam kegiatan ini. 

Di perairan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, tim ekspedisi membersihkan sampah laut di kedalaman 7 meter, yakni di sekitar area transplantasi karang. Ridho Slank bergabung dalam penyelaman tersebut. Sementara itu, aksi bersih pantai dilakukan di beberapa kampung yang disinggahi, seperti Kampung Ameth, Kecamatan Nusa Laut, serta Pulau Rhun dan Pulau Ay, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah.

Baca juga: Tanam Mangrove dan Transplantasi Terumbu Karang, Dukungan untuk Haruku 

Di Ameth, Kaka dan Ridho menyusuri pantai sepanjang hampir satu kilometer dan berhasil mengumpulkan lebih dari 10 kantong besar sampah berbagai jenis. Mulai dari sampah elektronik, handphone, plastik kemasan minuman, celana jeans, kabel listrik, pecahan botol, hingga celana dalam. 

Memilah Sampah Solusi Mengurangi Sampah di Laut

Kaka mengatakan, fenomena sampah plastik seolah memang tidak bisa dihindari. Semua produk di Indonesia rata-rata menggunakan kemasan (packaging) plastik, seperti minuman botol, mie instan, dan banyak lagi. Jadi, menurutnya, yang perlu dilakukan saat ini lebih kepada memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang memilah sampah yang benar. 

Saat aksi bersih pantai di Pulau Rhun, kantong-kantong atau karung yang digunakan untuk mengangkut sampah di pantai sudah diberi label untuk membedakan mana kantong yang harus diisi sampah plastik dan sampah organik.

Sepanjang pengamatannya selama mengikuti aksi bersih sampah, menurut Kaka sejauh ini sampah plastik yang ia temukan di pesisir atau di perairan Maluku masih dalam kategori standar. Ia menduga sampah-sampah tersebut tidak dibuang oleh warga, melainkan sampah dari tempat lain yang terbawa arus. Ini bisa dimengerti karena hampir di setiap kampung hanya ada setidaknya satu atau dua warung kelontong  yang menjual produk-produk dengan kemasan plastik. 

“Maluku lebih sedikit (sampahnya). Beda dengan di Flores bagian utara. Dari jarak satu kilo sudah ditemukan sekitar 10 pampers. Makanya budaya bersih laut dan pantai harus disosialisasikan ke masyarakat kampung-kampung. Kemudian kesadaran peduli sampah itu harus dimulai sejak anak usia dini. Minimal dari 100 anak yang kita ajak (untuk peduli sampah), ada 10 yang idealis,” sebut Kaka.

Perlunya kesadaran masyarakat 

Sementara menurut Ridho, sampah masih menjadi momok mengesalkan. Banyak orang membuat kegiatan seremonial tentang bersih-bersih sampah yang tidak berkelanjutan. Hari ini bersih, besoknya sudah kotor lagi. Selain itu, memang ada tipikal masyarakat yang cenderung sembarangan membuang sampah. Kondisi ini memerlukan aksi kita juga untuk membangun kesadaran masyarakat agar lebih peduli pada sampah plastik, karena dapat membahayakan biota laut.

Ridho Slank membersihkan sepanjang pesisir Ameth, Nusa Laut bersama anak muda dan komunitas setempat sebagai rangkaian dari kegiatan Ekspedisi Maluku EcoNusa. (Doc.EcoNusa/Victor Fidelis)

“Selama bersih pantai paling banyak sampah yang ditemukan adalah pampers.  Harus ada kesadaran masyarakat sendiri juga. Lalu, aktivitas bersih laut dan pantai juga bukan hanya dilakukan sekali, tapi harus terus menerus, agar kesadaran masyarakat makin tumbuh,” ajak Ridho.

Ketika menyelam di Pulau Hatta pada kedalaman 25 meter, Ridho juga sempat kaget karena mendengar suara bom. 

“Tadi di Pulau Hatta, kita lakukan diving pada kedalaman 25 meter, tiba-tiba kaget ada bom. Gue baru sekali dengar bom. Bunyinya agak jauh,” ujar Ridho. 

Menurutnya, masyarakat boleh saja mengeksploitasi laut, tapi harus dilakukan secara bijak dan wajar. Memakai bom atau racun sama saja merusak ekosistem laut yang menjadi sumber penghidupan masyarakat sendiri.

Editor: V. Arnila Wulandani & Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved