Pengendalian sampah di lautan perlu dilakukan oleh semua pihak dengan berbagai cara. Pasalnya, sampah di kawasan ini berasal dari aktivitas manusia di darat dan lautan.
Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh The Ocean Cleanup Foundation, diperkirakan sekitar 80.000 ton plastik berada di ‘Area Sampah Pasifik Raya’ yang membentang antara California dan Hawaii, Amerika Serikat. Jumlah tersebut 16 kali lipat lebih banyak dari yang sebelumnya dilaporkan.
Studi yang dimuat dalam jurnal ilmiah Scientific Reports itu menyebutkan sampah Terakumulasi di lima area di lima samudera. Area terbesar ada di antara Hawaii dan California.
Beberapa langkah pencegahan dan pengendalian perilaku nyampah manusia di darat sudah terdengar, mulai dari memperbaiki perilaku masyarakat dalam mengonsumsi plastik, menerapkan reuse, reduce, recycle, manajemen tempat pemrosesan akhir, hingga menerapkan kemasan ramah lingkungan pengganti plastik.
Namun demikian, penataan perilaku di lautan belum banyak terdengar. Oleh karena itulah Organisasi Maritim Internasional (IMO) berjanji untuk mulai memperhatikan masalah besar yang diakibatkan oleh plastik di lautan. Menurut rencana, hal itu akan dilakukan dengan menurunkan Rencana Aksi (Renaksi) yang bertujuan untuk memperkuat regulasi yang sudah ada dan memperkenalkan prosedur untuk mengurangi sampah plastik di lautan dari kapal-kapal.
Sejatinya, membuang plastik ke laut sudah menjadi hal yang dilarang dalam berbagai peraturan untuk mencegah polusi yang dihasilkan dari sampah kapal di bawah Konvensi Internasional untuk Pencegahan Polusi dari Kapal (MARPOL), yang juga mewajibkan pemerintah untuk memastikan fasilitas di pelabuhan layak untuk menampung sampah kapal.
Sebagai tambahan informasi, dalam Konvensi dan Protokol London terkait membuang sampah di lautan, hanya beberapa material yang diizinkan untuk dibuang. Dan sampah-sampah ini, harus betul-betul dipastikan bebas plastik.
Menyadari bahwa banyak hal yang perlu dikerjakan dalam kaitannya dengan problem kesehatan dan lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik kapal, Pertemuan Negara-negara peserta IMO setuju agar rencana aksi itu harus bisa terpenuhi pada 2025, untuk dapat diimplementasikan oleh seluruh kapal, termasuk kapal-kapal nelayan.
Kapal-kapal nelayan juga bisa menghasilkan bahaya plastik sampah ini. Seperti contohnya jaring yang hilang atau ditinggalkan nelayan bisa menjerat baling-baling dan kemudi.
Rencana Aksi IMO untuk mengatasi sampah plastik laut dari kapal
Renaksi tersebut mencatat jika sampah plastik masuk ke lautan diakibatkan oleh aktivitas yang dilakukan di daratan dan laut juga. Baik makroplastik (sebagai contoh, plastik-plastik ukuran besar seperti kantong plastik, botol air mineral dan peralatan menangkap ikan) maupun mikroplastik (partikel plastik kecil yang umumnya berukuran 5 milimeter atau kurang) bertahan di lautan dan menghasilkan dampak berbahaya bagi kehidupan dan keanekaragaman hayati di lautan, dan juga berdampak pada kesehatan manusia.
Sebagai tambahan, sampah plastik mengakibatkan dampak berbahaya bagi aktivitas pariwisata, penangkapan ikan dan pelayaran. Material plastik sebenarnya memiliki potensi jika dikembalikan ke aspek ekonomi jika ditujukan untuk penggunaan ulang dan daur ulang. Sebuah kajian menunjukan meskipun sudah ada kerangka peraturan untuk mencegah sampah plastik dari kapal-kapal, tetap saja pembuangan sampah itu tetap dilakukan.
Renaksi tersebut akan menyajikan mekanisme bagi IMO untuk mengidentifikasi hasil apa yang akan didapat dan bagaimana cara memperoleh hasil tersebut. Dengan kata lain, Rencana Aksi ini akan lebih terukur. Renaksi tersebut dibuat dari kerangka kerja peraturan yang sudah ada, dan mengidentifikasi adanya kemungkinan untuk memperkuat kerangka kerja tersebut dan memperkenalkan prosedur-prosedur baru untuk mengatasi masalah terkait sampah plastik yang dihasilkan oleh kapal-kapal.
Prosedur spesifik itu antara lain:
A. Studi lebih lanjut terkait sampah plastik di kapal-kapal
B. Memeriksa ketersediaan dan kelayakan fasilitas penerimaan sampah di pelabuhan-pelabuhan
C. Pertimbangkan untuk mewajibkan membuat penandaan peralatan menangkap ikan, lewat kerjasama dengan Organisasi Pangan dan Agrikultur PBB (FAO)
D. Mendorong pelaporan kehilangan alat tangkap ikan
E. Memfasilitasi pengiriman alat tangkap ikan yang dikembalikan ke fasilitas di pantai.
F. Mengkaji ulang peraturan-peraturan terkait pelatihan kepada kru kapal tangkapan ikan dan pengenalan pelaut untuk memastikan pengetahuan bahaya sampah kapal.
G. Mempertimbangkan dibentuknya mekanisme wajib untuk mengumumkan hilangnya barang bawaan di laut dan mengidentifikasi jumlah kerugiaan
H. Meningkatkan kesadaran publik
I. Memperkuat kerjasama internasional, secara khusus FAO dan UN Environment
Sementara itu, untuk pengurangan terhadap sampah plastik yang dihasilkan dan diambil dari kapal penangkap ikan, aturan-aturannya meliputi Pertimbangan untuk membuat nomor identifikasi kapal IMO yang diwajibkan untuk kapal penangkap ikan dengan ukuran tertentu; Pertimbangan untuk membuat penandaan alat tangkap ikan dengan nomor identifikasi wajib kapal bekerjasama dengan FAO; investigasi lebih lanjut tentang pencatatan nomor identifikasi untuk setiap item alat tangkap di atas kapal penangkap ikan; Mengingatkan setiap negara untuk mengumpulkan informasi atas semua alat tangkap ikan yang tidak sengaja hilang atau sengaja dilepas di laut; Mempertimbangkan pengembangan praktik manajemen terbaik untuk memfasilitasi insentif kepada kapal penangkap ikan yang mengumpulkan alat tangkap ikan mereka yang rusak serta membawanya ke fasilitas penerimaan di pelabuhan, lewat kerjasama dengan FAO.