Search
Close this search box.
EcoStory

Catatan Perjalanan: Pelatihan Hukum untuk Mendorong Keterlibatan Perempuan Papua

Bagikan Tulisan
Pelatihan hukum bagi Perempuan Papua
Pengacara publik dan pegiat lingkungan, Nur Amalia, memberikan materi tentang paralegal kepada peserta pelatihan Wokshop Perempuan Paralegal di Mibi Learning Center, Sorong, 26 September 2023. (Yayasan EcoNusa/Roberto Yekwam)

Sebanyak 14 perempuan berkumpul di Mibi Learning Center yang berada di Kampung Mibi, Sorong, Papua Barat Daya pada 25-27 September 2023. Kakak-kakak deng mama-mama yang berasal dari Sorong, Sorong Selatan, Raja Ampat, dan Manokwari Selatan tersebut mendapatkan pelatihan hukum dari pengacara publik dan pegiat lingkungan, Nur Amalia. 

Pelatihan hukum ini diperuntukan bagi kaum perempuan karena minimnya peran perempuan di Tanah Papua, misalnya dalam pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan. Sehingga harapannya, edukasi ini mampu membuat para perempuan lebih berdaya dan berperan aktif di masyarakat. Peserta pelatihan merupakan perwakilan perempuan dari berbagai latar belakang, seperti perwakilan tokoh perempuan adat, aktivis seni dan budaya, perwakilan perempuan dari pemerintahan dan pengamat politik, serta ibu rumah tangga yang memiliki kepedulian terkait hukum, keadilan dan lingkungan.

Selama tiga hari kegiatan, kakak-kakak deng mama-mama difasilitasi untuk belajar tentang berbagai macam hal. Seperti tentang peran perempuan, pentingnya perempuan terlibat sebagai paralegal, hukum-hukum dasar yang berlaku di Indonesia, sistem advokasi, sistem peradilan, dan penanganan kasus yang berhubungan dengan masyarakat adat juga sumber daya alam. 

Baca Juga: Membentuk Generasi Umat yang Cinta Alam di Tanah Papua, Guru Sekolah Minggu Ikuti Pelatihan Perlindungan Hutan

Agar lebih memahami, para peserta juga diminta mencontohkan berbagai macam konflik terkait hukum yang sering dan sedang terjadi di kampung masing-masing. Mereka juga diajak untuk memetakan keadaan sumber daya di kampungnya, serta melihat kembali upaya dan solusi yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Di setiap sesi materi, kakak-kakak deng mama-mama juga diajak bermain peran agar mereka mendapatkan gambaran yang otentik terkait praktik hukum. 

Pelatihan hukum ini dilakukan karena kasus hukum yang berkaitan dengan masyarakat adat kerap terjadi. Misalnya gugatan terhadap Bupati Sorong dan Bupati Sorong Selatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setelah mencabut izin konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerahnya. Pencabutan izin tersebut merupakan tindak lanjut dari evaluasi perizinan sawit yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama dengan pemerintah kabupaten, organisasi masyarakat sipil, dan kementerian/lembaga tingkat nasional, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2021. Beberapa perwakilan masyarakat adat dijadikan sebagai saksi dalam proses peradilan tersebut.

Pengalaman evaluasi perizinan dan proses peradilan yang berjalan memberikan pelajaran kepada bahwa tata kelola perizinan perlu dikawal sejak awal mula prosesnya dan tidak hanya berfokus kepada jajaran pemerintahan, tetapi juga kepada masyarakat adat. Masyarakat berperan besar, mulai dari sebelum proses penerbitan izin sampai kepada proses pemantauan dan evaluasi di tingkat tapak. 

Baca Juga: PTUN Jayapura Tolak Gugatan PT ASI dan PT PUA

Secara umum Tanah Papua sedang terancam oleh praktik deforestasi secara besar-besaran dan keberadaan masyarakat adat di wilayah adatnya juga terancam tersingkirkan. Luasnya Tanah Papua, tingginya tingkat ancaman, dan sumber daya advokat yang terbatas menjadi tantangan besar yang perlu disikapi. Diharapkan dengan pelatihan hukum ini, perwakilan perempuan di Tanah Papua dapat berperan besar untuk melakukan pendampingan kepada masyarakat di tingkat tapak, menyusun strategi awal untuk membela kepentingan masyarakat adat, memberikan asistensi dalam hal terjadi konflik, serta memberikan asistensi kepada advokat dalam hal munculnya kasus di tingkat masyarakat adat atau di tingkat yang lebih tinggi.

Kakak-kakak deng mama-mama bersepakat akan menjadi paralegal di lingkungannya. Mereka akan memilih satu-dua kasus yang dianggap penting untuk segera diselesaikan di kampung, dengan pendampingan Yayasan EcoNusa maupun lembaga hukum di wilayah masing-masing. 

Sejak awal pelatihan, kakak-kakak deng mama-mama sangat antusias, misalnya kakak Sara Kristina Elluod dari Raja Ampat. Ia bercerita bahwa ini merupakan pelatihan hukum perdana yang ia dapat. Hampir tidak pernah secara spesifik perempuan Papua diberikan wadah untuk belajar tentang hukum karena terkadang perkara hukum masih dianggap sebagai hal yang tabu bagi perempuan, dan yang tahu dan paham hanya boleh kaum laki-laki. 

Baca Juga: PTUN Tolak Gugatan Perusahaan Sawit, Kemenangan untuk Masyarakat Adat Papua Barat

Mama Ketsia Anance Rumander dari Manokwari Selatan juga sepakat. Ia baru tahu bahwa perempuan juga bisa belajar tentang hukum. Dan dengan diketahuinya dasar hukum melalui pelatihan paralegal mama bisa lebih percaya diri dalam menyuarakan hak-hak dasar masyarakat adat, perempuan, anak, dan lingkungan.

Sedangkan kakak Yosephina Yarangga dari Manokwari Selatan berharap ia bisa membantu menyelesaikan masalah hukum atau kasus-kasus dalam kampung. Selama ini ia hanya bisa melihat dan merasa kasihan saja. Dengan pengetahuan yang ia dapatkan dari pelatihan, ia merasa harus bisa untuk buang suara atau menyuarakan dan mengajak pelaku untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat. 

Ia juga berharap bisa memberikan semangat dan bergerak bersama kaum perempuan lainnya agar para perempuan tidak tinggal diam saja ketika melihat masalah dalam kampung. Tetapi harus baku bantu untuk selesaikan masalah terutama dari segi hukum. Karena perempuan Papua tra boleh buta hukum. 

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved