EcoStory

Menjaga Ketahanan Pangan Lewat Padi Organik di Kampung Nagura

Bagikan Tulisan
Proses penanaman padi di Kampung Nagura, Kaimana. (Yayasan EcoNusa/ Rofiko Turot)

Di Distrik Teluk Arguni Bawah, tersembunyi sebuah kampung kecil bernama Nagura. Kampung tersebut dikelilingi hutan dan laut. Untuk menuju ke sana, hanya bisa dijangkau lewat perjalanan satu hingga dua jam menggunakan perahu dari Kota Kaimana, Papua Barat. Di kampung ini, warga tengah bersemangat karena kembali menanam padi, tradisi lama yang sempat hilang selama puluhan tahun. “Kitong (kami) baru mulai lagi tahun ini,” kata Moihasan Muda, tetua kampung yang ikut bertaman padi.  

Pendampingan penanaman padi ladang ini dilakukan oleh EcoNusa. Kepala Kantor EcoNusa Kaimana, Aloysius Numberi, menyebut bahwa kegiatan ini diharapkan bisa menjawab masalah kebutuhan pangan pokok. “Selama ini masyarakat membeli beras dari kota. Padahal, kebutuhan akan beras terus meningkat seiring makin ditinggalkannya pangan lokal,” ujar Alo. 

Ia menambahkan, inisiatif ini bukan sekadar soal bertanam, tetapi juga membangun kembali semangat gotong royong. “Menanam padi secara berkelompok akan menjaga kerukunan dan kerja sama. Padi bisa terawat hingga panen kalau dikerjakan bersama.” Baca Juga: Padi Ladang untuk Ketahanan Pangan Masyarakat Nagura

Pengetahuan Lokal dan Pendampingan

Pendampingan teknis dilakukan oleh Alif Furu, kader Sekolah Transformasi Sosial yang juga warga Kampung Seraran di Teluk Arguni Bawah. Ia pernah menanam padi ladang organik di kampungnya pada 2023 dan kini berbagi pengalaman ke Nagura. Rofiko Torut, pendamping dari EcoNusa mengatakan, pendampingan ini mencakup seluruh tahapan penting, mulai dari pembersihan lahan, penanaman, hingga pengendalian hama. “Masyarakat diajarkan mempersiapkan lahan dengan benar, agar hasilnya optimal,” kata Fiko.

Sebagai bagian dari praktik pertanian ramah lingkungan, metode yang digunakan seluruhnya organik. Bibit padi direndam dalam air kunyit untuk mencegah serangan hama sejak dini. Pupuk cair dibuat dari bahan-bahan alami di sekitar kampung, seperti air kelapa, bonggol pisang, hingga fermentasi daun-daunan. Pestisida pun diracik sendiri dari bahan rumah tangga seperti bawang merah, bawang putih, dan cabai, yang direndam dan difermentasi sebelum disemprotkan ke tanaman. Baca Juga: Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kampung Seraran dengan Padi Organik
 

Hama Babi dan Rusa

Selain hama serangga, masyarakat harus mengadapi hama babi hutan dan rusa. Kampung Nagura yang dikelilingi oleh hutan, rumah bagi berbagai hewan termasuk babi hutan dan rusa. Menurut Moihasan, babi hutan dan rusa sering kali merusak tanaman. “Rusa makan daun muda, sedangkan babi hutan makan padi yang sudah berisi,” ujarnya. Untuk mengatasi masalah ini, masyarakat membuat pagar keliling dari kayu. Mereka juga akan menjaga ladang dengan tidur di kebun pada malam hari saat padi mulai berbuah. “Kalau tidak dijaga, bisa gagal panen,” tambahnya. Baca Juga: Rusa, Potensi Pendapatan Sekaligus Hama di Kampung Guriasa

Menghidupkan Tradisi

Penanaman padi di Kampung Nagura sesungguhnya bukan hal baru. Moihasan masih ingat masa kecilnya ketika sering diajak ke ladang padi oleh orang tua. Namun tradisi itu perlahan menghilang seiring perubahan gaya hidup. “Putusnya waktu kitong masih kecil,” tuturnya. Pada 2013, masyarakat sempat kembali menanam padi lewat program pemerintah, namun tidak berlanjut setelah panen. Kini, dengan pendekatan partisipatif dan dukungan komunitas, harapan kembali tumbuh. “Kitong biasa beli beras untuk makan. Mudah-mudahan berhasil, supaya bisa makan dari hasil tanam sendiri,” harap Moihasan.

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved