Enam orang mama mengobrol sambil bercanda di atas perahu di perairan Batanta Utara, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Perahu mereka kemudian berbelok, masuk ke dalam hutan mangrove di wilayah Waringkabom, Batanta Utara. Melihat namanya, konon daerah ini dulunya dikelola oleh para janda.
“War artinya air, ingkabom berarti janda. Dulu yang berkebun di sini mama-mama janda, laki-laki tra (tidak) boleh masuk,” kata Magrit Key, salah satu mama yang ada di perahu tersebut, Rabu, 12 April 2023.
Ia menambahkan, “Tapi sekarang tidak lagi, semua orang su (sudah) bisa berkebun di sini. Kitorang (kami) pu (punya) kebun juga di sini.”
Setelah melalui hutan mangrove sekitar dua menit, para mama melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melewati area kebun dan hutan. Sekitar 15 menit berjalan, barulah kebun yang dikelola oleh para mama dari Kampung Arefi Selatan, Batanta Utara, tersebut terlihat.
Baca Juga: Lulusan SD Ini jadi Pemilik Homestay di Raja Ampat
Di kebun seluas setengah lapangan bola itu, para mama menanam rica, labu, terung, tomat, dan timun. Semua tanaman mereka sudah mulai berbuah. Ada tiga labu besar, beberapa timun dan buah terung yang mereka petik hari itu. “Biasanya hasil panennya kami jual,” kata mama Maryanke Kapisa.
Enam mama itu tergabung dalam kelompok pertanian Arefi Selatan. Kelompok mereka terbentuk sejak Mei 2022, ketika mengikuti pelatihan budi daya pertanian organik yang diinisiasi oleh Yayasan EcoNusa. Selain kelompok tersebut, satu kelompok lain terbentuk di Arefi Selatan. Di desa sebelah, Kampung Arefi Timur, tiga kelompok pertanian yang terdiri dari para mama juga dibuat. Kelima kelompok pertanian tersebut masih eksis hingga saat ini.
Di pelatihan budi daya pertanian ogranik itu, para mama, antara lain, belajar membuat bedeng, mengolah lahan, memilih bibit, membuat pupuk organik, dan membuat pestisida organik. Pelatihan pertanian tersebut dilakukan karena melihat kebutuhan masyarakat.
Sebelumnya, masyarakat di Arefi Selatan dan Arefi Timur baru memakan sayuran jika berbelanja ke Kota Waisai, Ibu Kota Raja Ampat, yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan menggunakan longboat (perahu panjang). Atau mereka memasak dedaunan yang ada di kebun, seperti daun pepaya, daun gedi, dan daun singkong. “Kami makan sayur yang ada di kebun saja atau kalau pergi ke kota,” ujar mama Ruth Rumfakar dari Arefi Timur.
Baca Juga: Warga Wersar dan Tapiri Belajar Bertani Semi Modern di Sekolah Kampung
Dengan bertani, para mama yang tergabung dalam kelompok pertanian jadi bisa lebih sering memasak sayuran, sehingga memenuhi kebutuhan gizi keluarga mereka. Masyarakat yang tidak terlibat di pertanian juga bisa membeli sayuran kepada para mama.
Usai pelatihan tersebut, para mama awalnya menanam rica, tomat, terong, kangkung, dan sawi. Setelah hampir 2 bulan, hasil kebun itu mulai bisa panen. Hasilnya dijual di kampung sendiri dan kampung tetangga.
Uang yang didapat digunakan untuk kebutuhan pengelolaan kebun, seperti membeli bahan bakar minyak untuk transportasi ke kebun. Sisanya disimpan oleh bendahara kelompok. “Dari hasil panen itu, kelompok kami dapat uang ratusan ribu,” kata mama Fera Rumfakar, dari kelompok Arefi Timur.
Baca Juga: Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kampung Seraran dengan Padi Organik
Saat ini para mama sudah berkali-kali panen. Mereka juga menanam sayuran lainnya, seperti timun, kacang panjang, dan buncis. Jika panen sedang banyak, mereka bisa mendapatkan hasil 3 karung timun, 2 karung terong, 2 karung kacang panjang, dan 2 karung kecil buncis. Selain dijual di kampung sendiri, hasilnya juga mereka jual ke kampung tetangga. “Hasil panennya memuaskan, kami senang,” kata mama Margarit.
Tapi ada beberapa tanaman yang tak bisa panen karena dimakan serangga, seperti kangkung dan sawi. Tanaman terong mereka pun terserang kutu. “Kami harapkan ada pelatihan dan pendampingan dari dinas pertanian,” ujar mama Fera.