Search
Close this search box.
EcoStory

Kepiting, Potensi Menjanjikan di Sorong Selatan

Bagikan Tulisan
Bayi-bayi kepiting di ekosistem mangrove Sorong Selatan. (Dok.EcoNusa/Ehdra Beta Masran)

Potensi kepiting bakau di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, menjadi komoditas perikanan yang memiliki prospek bisnis besar. Hal ini tak terlepas dari lokasi ekosistem hutan mangrove yang menjadi rumah bagi kepiting bakau untuk berkembang biak di pesisir Sorong Selatan. Sorong Selatan memiliki ekosistem mangrove raksasa. Kawasan mangrove di sini luasnya 77.596 hektare atau 2,5 % dari seluruh kawasan mangrove Indonesia yang luasnya mencapai 3.416.181,71 hektare. 

Permintaan kepiting hidup kini memang tengah mengalami peningkatan. Terutama permintaan untuk ekspor ke luar negeri seperti China, Taiwan, dan Singapura. Mereka adalah beberapa negara importir kepiting dari Indonesia dengan permintaan yang cukup tinggi. 

Saat ini, potensi perikanan yang diprioritaskan dan menjadi komoditas andalan di Sorong Selatan adalah udang. Namun, dengan adanya prospek permintaan kepiting yang amat besar, hasil perikanan kepiting bakau di Kabupaten Sorong Selatan pun berpotensi menjadi komoditas perikanan kedua yang memiliki prospek bisnis menjanjikan di samping udang. Daerah ini menjadi wilayah penghasil kepiting bakau yang patut diperhitungkan.

Baca juga: Memetakan Komoditas Unggulan Nuruwe

Selain berpotensi menyumbangkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) untuk pemerintahan daerah Sorong Selatan, prospek total pendapatan usaha kepiting di Sorong Selatan menembus angka 360.852.500 lbs/tahun menurut Survei Sumber Daya Laut atau SDL EcoNusa pada 2020. Harapannya ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama masyarakat yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove secara langsung di Sorong Selatan. 

“Hasil kepiting sangat melimpah. Jika penangkapan dilakukan oleh 5 orang, satu nelayan bisa mendapatkan tangkapan 90 kg/hari,” ungkap Rince Mantene, salah satu penjual kepiting di Pasar Kejase.

Kepiting bakau memang sangat mudah ditemukan di pesisir Sorong Selatan. Ekosistem mangrove dengan perairan berlumpur dan sungai besar yang bermuara di teluk menjadi habitat yang baik bagi kepiting untuk berkembang biak. Berdasarkan hasil survei Sumber Daya Laut Econusa (2020), rata-rata nelayan pengumpul kepiting mendapatkan 200 kg kepiting bakau setiap hari sepanjang tahun. Rata-rata nelayan dapat menangkap 1.300 kg kepiting berbagai ukuran dalam satu bulan.

Baca juga: Teluk Arguni, Gudang Pala dan Komoditas Hutan Kaimana

Meski hasil kepiting melimpah,  metode penangkapan kepiting masih perlu dimaksimalkan. Ini untuk membuka supply chain yang lebih luas lagi. Umumnya para penangkap kepiting masih menggunakan cara tradisional untuk menangkap kepiting. Wajarlah kalau pemanfaatan sumber daya kepiting yang berkelanjutan juga belum diterapkan sepenuhnya. 

Menurut tokoh lingkungan, Yusup Momot, potensi kepiting bakau di Sorong Selatan berada di beberapa area mangrove di Sorong Selatan. Area ini mencakup wilayah perairan hingga ke Sayolo, Konda, dan Saifi. Sorong Selatan sendiri adalah area penting perikanan di Provinsi Papua Barat. Pesisir timur hingga ke barat menghasilkan sumber daya yang beraneka ragam. Saat ini, kepiting bakau belum dimanfaatkan secara maksimal karena masyarakat masih mengandalkan udang sebagai prioritas ekonomi masyarakat pesisir. 

Dengan hasil yang melimpah di alam, pengelolaan sumber daya kepiting bakau berpotensi menjadi aset investasi jangka panjang. Namun demikian, formasi hutan mangrove yang ada di Sorong Selatan tentu akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Pemanfaatan kepiting bakau harus diiringi dengan upaya pengelolaan berkelanjutan dalam rencana bisnis agar potensi ini tidak hanya dapat dinikmati jangka pendek. 

Baca juga: Mengembalikan Kemandirian Pangan Masyarakat di Pesisir Halmahera

Sementara itu, beberapa organisasi nirlaba telah mendorong Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk segera menetapkan kawasan konservasi baru di pesisir Sorong Selatan. Artinya, akan ada  rencana kawasan-kawasan perairan yang dilindungi dan dikelola untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan. Konservasi diharapkan dapat berjalan beriringan dengan pemanfaatan potensi perikanan dengan tetap memprioritaskan keseimbangan lingkungan. 

Selain itu, EcoNusa melalui program Inkubasi Bisnis Komunitas sedang membangun model bisnis  dalam pengembangan industri kepiting bakau di Sorong Selatan. Inisiasi ini bukan hanya sebagai usaha untuk memperkuat perlindungan ekosistem mangrove, melainkan juga memperbaiki tata kelola perikanan untuk kesejahteraan masyarakat Sorong Selatan. Sebagai langkah awal EcoNusa melakukan studi kelayakan (feasibility study) yang berfokus pada besaran sumber daya, stok, serta valuasi ekonomi usaha kepiting. Hal ini diperlukan untuk membangun peta jalan ( roadmap) pengembangan ekonomi masyarakat pesisir Sorong Selatan. 

Editor: V. Arnila Wulandani & Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved