Ekosistem mangrove memiliki peran penting dalam kehidupan di bumi. Mangrove menjadi habitat dan tempat berkembang biak biota laut seperti ikan, udang, kerang, dan kepiting. Selain itu, mangrove juga menyediakan bahan pangan dan obat-obatan, mencegah intrusi air laut, mencegah erosi dan abrasi, menjadi filter alami serta menjaga kestabilan daerah pesisir.
Sejuta manfaat yang tersimpan dalam hutan mangrove sayangnya tak lantas membuat ekosistem ini bebas dari ancaman. Hingga saat ini, ekosistemnya masih terancam alih fungsi lahan dan pembabatan mangrove.
Dalam perjalanan menjelajah desa-desa pesisir dan pulau kecil di Maluku Utara, Tim Ekspedisi Maluku EcoNusa singgah di beberapa desa yang memiliki kawasan mangrove, yakni Desa Gane Dalam dan Desa Pasir Putih.
Di kawasan mangrove yang ada di kedua desa ini, setidaknya terlihat beberapa jenis mangrove yang berhasil diidentifikasi, antara lain Rhizophora sp, Bruguierra sp, Avicennia sp, dan Sonneratia sp. Masyarakat biasa menyebut mangrove berakar tunjang (Rhizophora sp) dan akar lutut (Bruguiera sp.) dengan sebutan soki. Sedangkan untuk jenis mangrove berakar pasak (Sonneratia sp) dan akar gantung (Avicennia sp) dikenal dengan nama posi-posi.
Sebagai masyarakat yang hidup di pesisir pantai dan pulau kecil, keberadaan mangrove berperan penting dalam keseharian mereka. Masyarakat Desa Gane Dalam, Kecamatan Gane Barat Selatan, Halmahera Selatan, biasa mengambil popaco, sejenis siput yang hidup di akar-akar soki sebagai sumber protein yang mereka konsumsi. Selain itu, daun soki juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
“Tong biasa ambil daun soki. Daunnya direbus lalu tong kasih minum dan mandi perempuan yang habis melahirkan. Supaya dong pe badan jadi kuat, tara lemas begitu,” jelas Ira, salah satu pemuda dari Desa Gane Dalam.
Selain di Desa Gane Dalam, Desa Posi-posi yang juga punya sejarah menarik. Nama desa yang terletak di Kecamatan Gane Barat Utara, Halmahera Selatan, ini diambil dari nama lokal mangrove. Namun sayang, sejauh mata memandang, tidak ada tutupan mangrove di pesisir desa yang bisa ditemukan.
Mama Masurya, salah satu warga Desa Posi-posi yang sudah berusia lanjut, bercerita bahwa dulu di pesisir desa ini terdapat banyak mangrove yang didominasi jenis posi-posi. Sama seperti masyarakat di Gane Dalam, masyarakat Posi-posi memanfaatkan daun posi-posi sebagai obat tradisional. Air rebusan tunas daun dan kulit kayunya diminum dan dipercaya dapat menambah nafsu makan, menjaga stamina, dan membuat tubuh menjadi lebih bugar. Sayangnya, kebutuhan masyarakat akan posi-posi ini belum dibarengi dengan upaya pelestarian seperti penanaman. Akibatnya, kini sudah tidak ada satu pun posi-posi di sana.
Berbeda lagi cerita yang ditemui di Desa Pasir Putih, Kecamatan Kajoa Selatan. Imran Jamal, Kepala Desa Pasir Putih, menuturkan bahwa masyarakat Desa Pasir Putih awalnya hidup di Oda Pos yang kemudian berpindah pada 1950.
“Di situ dulu tidak ada air. Terus orang-orang tua itu dulu jalan ke sini. Dulu di sini itu ada kayu-kayu besar, lalu dong gali untuk cari tanah. Lalu dong dapat air dan dong pindah ke sini,” ucap Imran.
Hingga saat ini masyarakat Desa Pasir Putih hanya memanfaatkan soki untuk ditebang kayunya dan dijadikan kayu bakar. Namun, akhir-akhir ini aktivitas itu mulai berdampak terhadap keberlangsungan hidup mereka. Akses untuk mendapatkan air bersih mulai sulit diperoleh. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) memang sudah memasuki Desa Pasir Putih, namun belum cukup untuk menopang kebutuhan air bersih masyarakat. Kini, mereka mengandalkan air hujan untuk kebutuhan air minum dan mandi.
Ancaman lain yang dihadapi oleh Desa Pasir Putih adalah berkurangnya daratan permukiman akibat abrasi. Yamin Haji Mustafa, warga asli Desa Pasir Putih, bercerita bahwa masyarakat harus membangun tanggul kecil berbahan dasar beton dan semen untuk menahan abrasi.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar masyarakat tampaknya belum mengetahui pentingnya keberadaan ekosistem soki dan posi-posi. Pasalnya masyarakat hanya melihat tanaman pesisir ini sebagai sumber bahan kayu bakar dan membangun rumah.
Saat berkunjung di desa ini, selain memberikan layanan dan dukungan kesehatan serta pertanian, Tim Ekspedisi Maluku EcoNusa bersama Perkumpulan PakaTiva, WALHI Maluku Utara, komunitas setempat dan masyarakat melakukan kegiatan penanaman mangrove di Desa Gane Dalam dan Pasir Putih. Tujuannya untuk mendorong upaya pelestarian mangrove.
Perkumpulan PakaTiva melalui program Forest Community Work juga akan mengajak masyarakat mengembangkan konservasi mangrove dengan pendekatan budidaya kepiting bakau. Harapannya masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi sekaligus menjaga kelestarian ekosistem mangrove yang memiliki peran penting bagi keseimbangan alam Maluku Utara.
Editor: Leo Wahyudi & V. Arnila Wulandani