Pandemi virus Corona atau COVID-19 yang semakin meluas dan berdampak buruk pada kesehatan masyarakat kian mengkhawatirkan. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, karena lebih dari 1,8 juta orang (data per 13 April 2020) di dunia dinyatakan positif terjangkit virus tersebut. Lebih dari 114 ribu orang sudah meninggal. Sementara ini, persentase masyarakat yang meninggal lebih besar dibanding yang sembuh. Kini setiap lapisan masyarakat berupaya untuk menghindar dari ancaman COVID-19 dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan menjaga jarak fisik atau physical distancing antarindividu sesuai anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO).
COVID-19 bukan saja berimbas pada kesehatan, namun berdampak pada perekonomian nasional terutama hal mata pencaharian masyarakat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2018) ada tiga bidang yang akan merasakan dampak yang parah, yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menguasai hampir 30,46 % atau 38,70 juta orang. Nelayan termasuk salah satu dari bidang profesi itu. Di Indonesia jumlah nelayan ada 2.265.859 orang yang 80% didominasi oleh nelayan skala kecil. Pandemi COVID-19 sangat berimbas pada penghidupan mereka.
Profesi nelayan menurun hampir 45% dalam kurun waktu 10 tahun karena harga ikan semakin tidak menguntungkan. Perlindungan nelayan pun belum optimal sehingga banyak nelayan yang beralih profesi. Kini para nelayan dihadapkan dengan situasi yang sangat sulit. Misalnya, nelayan-nelayan di pantai utara Pulau Jawa seperti di Lamongan. Sebelum adanya wabah COVID-19 ini harga rajungan yang sebelumnya Rp 65 ribu per kilogram kini menjadi Rp 45 ribu per kilogram. Harga lobster pun anjlok dari Rp 300 ribu per kilogram menjadi 100 ribu per kilogram. Dalam skala besar, hasil laut komoditas ekspor seperti kepiting dan lain-lain turun hingga 50% (KKP, 2020).
Melihat kondisi yang terjadi, maka diperlukan sinergi antara pemerintah dengan intervensi dan kebijakan serta aksi nyata para pemangku kepentingan, baik nelayan maupun para pemerhati laut, untuk bergerak bersama demi menyelamatkan nelayan dan penghidupannya. Beberapa rekomendasi yang sudah dicanangkan pemerintah, khususnya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKP) melalui Direktorat Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP). KKP bekerja sama dengan Kementerian Sosial akan memberikan insentif seperti bantuan pangan non-tunai, optimalisasi pelaksaanaan sistem Resi Gudang (SRG) atau lebih dikenal dengan sistem tunda jual, dan memaksimalkan program gerakan makan ikan.
Sementara itu, para pemerhati kelautan dan perikanan serta organisasi lingkungan memberi rekomendasi kepada pemerintah dalam membantu meringankan beban nelayan. Mereka mengusulkan keringanan dalam pembayaran kredit nelayan kecil, memberi stimulus daya beli masyarakat, membuat skema kestabilan harga ikan, dan menangani turunnya komoditas ekspor.
Kerja sama antar pemangku kepentingan di sektor kelautan dan perikanan sangat diperlukan agar dapat tetap bertahan dalam menghadapi situasi ini. Kebijakan ataupun langkah nyata lebih diperlukan untuk membantu nelayan kecil agar bangkit kembali dari keterpurukan. Semua harus bersatu demi mewujudkan cita-cita bahari Indonesia, yaitu laut yang berdaulat sebagai masa depan bangsa. Ketika ini sudah berjalan bersama, maka tema Hari Nelayan Nasional, “Menggali Potensi, Meraih Berkah dengan Soliditas dan Sinergitas”, akan menemukan makna sesungguhnya.
Editor: Leo Wahyudi