Defending Paradise

Peran Penting Cenderawasih dalam Keseimbangan Ekosistem Hutan

Tulisan Terkait
Cenderawasih Kuning Kecil jantan sedang menarik perhatian sang betina di atas ranting pepohonan.

Bentangan alam dan ekosistem Tanah Papua dan Kepulauan Maluku tak hanya dikenal kaya dan indah, namun juga sangat bervariasi. Tingginya kompleksitas ekosistem di Tanah Papua membuat  flora dan fauna di Tanah Papua sangat beragam dan unik. Salah satu fauna yang memiliki posisi penting di Tanah Papua adalah burung cenderawasih yang berkaitan erat dengan budaya masyarakat adat. Perannya juga besar dalam  menjaga keseimbangan ekosistem hutan di Tanah Papua maupun Kepulauan Maluku. 

Cenderawasih Hidup Tersebar di Berbagai Ekosistem

Keanekaragaman hayati di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku membuat kedua wilayah ini menjadi sangat spesial karena menciptakan ekosistem dan habitat yang sangat beragam. Mulai dari ekosistem bawah laut, pesisir pantai, dataran rendah, dataran tinggi hingga ke area pegunungan yang tertutup salju abadi. 

Ed Scholes, ahli burung dari Cornell Lab of Ornithology yang telah meneliti cenderawasih di habitat aslinya mengatakan, keragaman ekosistem dan habitat menyebabkan spesies burung termasuk cenderawasih, nuri, dan burung unik lainnya juga beragam, terutama di area pegunungan. Cenderawasih adalah jenis burung yang tidak bermigrasi dan tidak terbang terlalu jauh, sehingga mereka menjadi burung yang unik di setiap pulau dan pegunungan yang berbeda-beda di wilayah Tanah Papua dan Kepulauan Maluku. 

Di Tanah Papua, cenderawasih hidup di hampir semua wilayah. Sedangkan di Kepulauan Maluku, cenderawasih dapat ditemui di Halmahera, Kasiruta, Bisa, Obi, Rau, dan Morotai, Provinsi Maluku Utara serta di Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. 

“Kalau di wilayah Papua, burung cenderawasih dapat ditemui di hampir semua wilayah, kecuali di Pulau Biak karena dari sejarah penyebaran geografisnya, cenderawasih tidak sampai ke wilayah ini. Dari area dataran rendah hingga tinggi dengan tutupan hutan yang padat, bisa dipastikan ada cenderawasih yang masih dapat ditemukan. Kalau kita berada di daerah dataran rendah dengan hutan yang masih padat, setidaknya kita akan bisa menemui Cenderawasih Mati Kawat dan Cenderawasih Kuning Kecil,” Hendra K. Maury, ahli ekologi dari Universitas Cenderawasih, memaparkan kepada EcoNusa. 

Pada kedalaman hutan di dataran tinggi dan rendah yang jauh dari area perkotaan, beberapa jenis cenderawasih masih dapat ditemui dengan mudah. Mereka berada di dataran rendah bagian utara, seperti di wilayah Nimbokrang hingga ke Sarmi dan Keroom. “Paling tidak di situ kita masih bisa menemui sekitar 7 spesies, seperti Cenderawasih Mati Kawat (Seleucidis melanoleucus), Cenderawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor), Cenderawasih Raja (Cicinnurus regius), Cenderawasih Toowa Cemerlang (Ptiloris magnificus), hingga Manucodia yang memiliki penampilan lebih kusam namun masih masuk dalam keluarga Paradisaeidae,” lanjut Hendra.

Hendra K. Maury, Ahli Ekologi Universitas Cenderawasih

Peranan Cenderawasih dalam Ekosistem

Kehadiran cenderawasih di dalam hutan merupakan pertanda bahwa kualitas hutan tersebut masih dalam kondisi baik dan sehat. Cenderawasih memegang peranan besar dalam ekosistem hutan sehingga kehidupan di dalam hutan menjadi seimbang. 

Burung cenderawasih adalah bagian penting dari ekosistem hutan di Tanah Papua maupun di Kepulauan Maluku karena sebagian besar cenderawasih adalah pemakan buah. “Cenderawasih memegang peranan yang amat penting dalam penyebaran biji. Selain itu, cenderawasih juga berperan mengontrol populasi serangga di dalam hutan. Cenderawasih menjalankan perannya sehingga relung hutan terisi,” Hendra menjelaskan. 

Lebih dalam lagi, Ed Scholes menambahkan, sebagai pemakan buah cenderawasih turut menjaga keseimbangan ekosistem karena burung-burung ini menjadi perantara tumbuh berkembangnya pohon-pohon penghasil buah-buahan yang menjadi makanan mereka. 

“Burung-burung cenderawasih merupakan bagian dari ekosistem hutan yang penting karena mereka membantu menumbuhkan tutupan hutan yang lebih banyak ketika ada pohon yang mati atau tumbang dan mengakibatkan celah kosong di dalam hutan. Pohon-pohon yang telah mati dan tumbang itu sangat bergantung pada cenderawasih dan burung pemakan buah lainnya untuk menyimpan dan menyebarkan biji dari buah yang telah mereka makan, sehingga pohon-pohon tersebut dapat tumbuh dan berkembang kembali,” tutur Scholes kepada EcoNusa. 

Ia juga menekankan, tanpa kehadiran cenderawasih dan burung pemakan buah lainnya yang tinggal di hutan, maka hutan akan kehilangan kesehatan dan kehadiran elemen penting yang turut menciptakan kerapatan tutupan hutan. Dengan demikian, hutan berpotensi akan hilang bersama-sama dengan burung-burung itu. Sebaliknya, ketika hutan diganggu dan dirusak, maka burung cenderawasih pun tak akan bisa bertahan hidup.

Ancaman dari Alih Fungsi Lahan 

Kehidupan burung cenderawasih sepenuhnya bergantung pada hutan, mulai dari mencari makan, mencari pasangan, berkembang biak, membangun sarang, hingga mengasuh anak. Maka, hubungan antara hutan dan cenderawasih mengakibatkan hubungan yang saling bergantung satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. 

“Berdasarkan pengalaman di lapangan, cenderawasih sebetulnya tidak terlalu butuh hutan-hutan yang terlalu padat atau hutan primer. Justru di hutan sekunder banyak ditemukan berbagai jenis cenderawasih. Namun ada syaratnya, yakni asalkan hutan tersebut tidak dirusak dan diganggu,” tandas Hendra. 

Wilayah dataran rendah di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku bisa dikatakan sebagai wilayah yang rawan mengalami deforestasi dan berpotensi menghilangkan populasi cenderawasih. Wilayah ini rentan mengalami tekanan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit, pertanian, permukiman, dan infrastruktur. 

Hutan yang dialihfungsikan di Fakfak, Papua Barat.

“Contoh paling mudah di dataran rendah sekitar Jayapura di wilayah Koya. Dulunya merupakan hutan dataran rendah yang padat dan dipastikan ada cenderawasih di sana. Namun, ketika ada alih fungsi lahan, transmigrasi masuk, kegiatan mulai banyak dilakukan di situ, maka cenderawasih dalam skala besar hilang dan kini tidak dapat lagi ditemui di wilayah itu,” pungkas Hendra. 

Editor: Leo Wahyudi

Artikel Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved