Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Restorasi Mangrove Teluk Youtefa Urgen

Bagikan Tulisan
Dari kiri ke kanan: Akademisi Universitas Cenderawasih John D. Kalor, Pemuda Adat Forum Port Numbay Green Rudi Mebri, dan akademisi Universitas Cenderawasih Henderite Ohee

Restorasi ekosistem hutan mangrove di Teluk Youtefa, Kota Jayapura, Provinsi Papua, mendesak untuk segera dilakukan. Pembangunan infrastruktur telah merusak ekosistem dan menggerus luas hutan mangrove. Padahal, hutan mangrove di Teluk Youtefa erat kaitannya dengan masyarakat, baik secara adat maupun ekonomi. 

Akademisi Universitas Cenderawasih John D. Kalor mengatakan, hutan mangrove Teluk Youtefa telah mengalami penyusutan luas hutan yang sangat signifikan. Pengukuran luas hutan pada 2018 mencatat hutan mangrove di Teluk Youtefa mencapai 233,12 hektare. Angka tersebut sejatinya telah berkurang lebih dari 50 persen, dari luasan 514,24 hektare pada 1967.

Meski berstatus sebagai kawasan hutan lindung, berdiri bangunan tak berizin di pesisir Teluk Youtefa. Tak berhenti sampai di situ. Pembangunan arena dayung Pekan Olahraga Nasional yang akan dihelat pada 2021 turut berperan dalam kerusakan hutan mangrove. Pohon mangrove, sagu, cemara, dan pandan lenyap, berganti dengan timbunan karang. 

Perubahan ekosistem Teluk Youtefa terjadi akibat pengerukan sedalam 3 meter untuk lintasan dayung. Menurut John, pengerukan membuat air menjadi keruh dan memengaruhi persediaan oksigen di dalam air. Hal ini memengaruhi kelangsungan hidup ikan, biota laut, dan berpotensi merusak terumbu karang.

“Ekosistem mangrove di pesisir Jayapura ditemukan di Teluk Youtefa dan Teluk Demta. Namun tingkat kerusakan dan pencemaran ekosistem mangrove paling tinggi terjadi di Teluk Youtefa. Sudah harus ada tindakan cepat untuk memulihkannya,” kata John dalam diskusi virtual bertajuk “Hutan Mangrove Teluk Youtefa Bebas Sampah Plastik” pada Sabtu (7/11/2020).

Ekosistem hutan mangrove Teluk Youtefa terdiri dari 10 spesies mangrove, 6 spesies Bivalvia, dan 4 spesies Gastropoda. Keanekaragaman ekosistem tersebut terancam hilang akibat pencemaran. Hasil penelitian Thomas Kaleb Tampemawa menemukan logam berat plumbum (Pb) dengan konsentrasi tinggi di beberapa titik di hutan mangrove. Plumbum memiliki sifat beracun pada manusia dan organisme perairan. 

“Plumbum dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada tubuh manusia karena dia bersifat toxic (racun) jika berlebihan. Plumbum pengaruhi kemampuan reproduksi dari organisme perairan dan manusia. Penelitian Hasmi menemukan plumbum telah mengontaminasi beberapa spesies Bivalvia dan Gastropoda yang sering dikonsumsi masyarakat Teluk Youtefa,” ujar John.

Tokoh Pemuda Adat Forum Port Numbay Green Rudi Mebri mengatakan, hutan mangrove Teluk Youtefa memiliki nilai budaya, sosial, ekonomi bagi masyarakat. Transfer nilai-nilai budaya terjadi di hutan mangrove di Kampung Enggros, atau dikenal juga dengan Hutan Perempuan. Di sana, para mama mengajarkan nilai budaya kepada anak perempuan usia 12-17 tahun sembari mencari bia (kerang), kepiting, dan udang. 

Sayangnya, sampah plastik sekali pakai telah masuk hingga ke dalam akar-akar mangrove dan mencemari Hutan Perempuan. Ditambah lagi kerusakan yang terjadi akibat pembangunan arena dayung. Bia, kepiting, dan udang mulai sulit ditemukan. Para mama terancam kehilangan para-para adat, tempat khusus bagi perempuan untuk membicarakan banyak hal.

“Hutan mangrove atau hutan perempuan adalah para-para adat. Hutan (mangrove) terus tercemar dengan sampah plastik. Kalau hutan mangrove tidak kami jaga, bagaimana dengan kelangsungan budaya (kami),” kata Rudi.

Untuk mengurangi kerusakan ekosistem di Teluk Youtefa, Rudi dan pemuda adat lainnya membuat Forum Port Numbay Green. Forum tersebut menjadi langkah awal untuk meminta izin kepada ondoafi atau pemimpin adat. Setelah mendapat izin, Forum Port Numbay Green dapat membantu membersihkan Hutan Perempuan yang terlarang dari laki-laki untuk memasukinya. 

Sementara itu, John menggunakan pendekatan edukatif kepada anak-anak di sekolah dasar. Menurutnya, mereka merupakan mitra penting sebagai tim sukses penjaga ekosistem mangrove.  Ia berharap mereka akan menjadi juru kampanye konservasi ekosistem mangrove di masa mendatang.

Editor: Leo Wahyudi dan V. Arnila Wulandani

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved