Search
Close this search box.
EcoStory

Pulau Rhun Belum Tersentuh Dukungan Covid-19

Bagikan Tulisan

Pulau Rhun di Kepulauan Banda, Maluku, tersohor karena hasil palanya yang melimpah. Hingga kini, pala menjadi komoditas menjanjikan bagi masyarakat di Pulau Rhun. Sayang, kebesaran nama Pulau Rhun penghasil pala ini tidak lantas membuat banyak pihak memberi perhatian pada masyarakatnya. Apalagi saat pandemi, menurut warga Pulau Rhun, belum ada upaya dari pemerintah  agar masyarakat terhindar dari ancaman penularan Covid-19.

Sejak virus Sars Cov-2 ini menyebar di berbagai penjuru Maluku, masyarakat Desa Pulau Rhun mengaku sama sekali belum tersentuh dukungan pemerintah, baik dari pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat. Masyarakat Pulau Rhun seakan jauh dari perhatian pemerintah terkait upaya pencegahan dan sosialisasi Covid-19.

Santi Hadina, perawat di Puskesmas Pembantu (Pustu) Desa Pulau Rhun, berkisah, sejak Covid-19 menyebar, mereka belum sekalipun mendapat bantuan kesehatan dari pemerintah. Padahal ada rekam jejak tiga warga di Kepulauan Banda yang pernah diisolasi ke kota kecamatan di Banda Neira. Tiga warga ini datang dari luar Ambon dan dinyatakan positif setelah menjalani tes cepat dan tes usap.

“Di awal memang biasa-biasa saja, namun saat bulan ketiga Covid-19 menyerang Maluku, tiga orang pendatang dinyatakan reaktif. Tiga kali menjalani rapid dan swab, hasilnya positif. Kemudian diisolasi dan dikembalikan dari Kepulauan Banda,” tutur Santi.

Dari kasus ini, idealnya Kepulauan Banda, termasuk Pulau Rhun mendapatkan perhatian serius pemerintah, terutama dalam hal pendistribusian bantuan paket kesehatan. Sebab, akses masyarakat menuju fasilitas kesehatan tak bisa dikatakan mudah. Namun sejak kasus itu muncul sampai November saat tim Ekspedisi Maluku EcoNusa bertandang belum ada satupun bantuan pemerintah atau pihak lain yang datang.

Dukungan yang diterima masyarakat barulah masker dan sabun cuci tangan yang diberikan Pemerintah Desa Rhun melalui Dana Desa (DD). Santi memaparkan, jika hendak tes cepat, warga Rhun harus ke kota kecamatan di Banda Neira. Itu pun ada pembatasan per kuota. Artinya, kalau ada kuota di hari Senin, maka yang tes cepat di Selasa harus membayar Rp 350.000.

“Sudah ada alat rapid yang diberikan Yayasan EcoNusa. Insya Allah, kita sudah bisa rapid sendiri sekarang berkat alat rapid test dari EcoNusa ini,” ujarnya.

Pihaknya bersyukur karena pada akhirnya ada pihak luar yang membantu masyarakat di desa dalam pencegahan penularan Covid-19.

“Alhamdulillah dengan hadirnya Tim Medis EcoNusa, saya juga sudah tahu cara menggunakan alat rapid. Jadi kita tidak harus keluarkan Rp 80.000 untuk pulang pergi, ditambah surat pembuatan rapid di Neira,” Santi melanjutkan.

Senada dengan Santi, Kepala Desa Pulau Rhun, Salihi Surahi, mengaku, bantuan paket kesehatan yang diberikan kepada Pustu merupakan anggaran yang dialokasikan dari Dana Desa. Dana tersebut kemudian dipakai untuk membeli sabun cuci tangan, penampungan cuci tangan, masker, dan alat semprot sebagai persediaan alat protokol kesehatan di desa.  

Salihi sendiri menduga, bantuan pemerintah tidak sampai ke Pulau Rhun lantaran akses transportasi laut yang terbatas. Namun, ia menuturkan hal tersebut semestinya bukan menjadi alasan untuk tak memperhatikan keadaan masyarakat di Pulau Rhun yang minim sosialisasi dan pengetahuan soal pencegahan Covid-19.  

“Sejauh ini tidak ada bantuan dari pemerintah. Sementara kita juga membutuhkan bantuan kesehatan. Pasalnya, kalau ada tamu yang datang, kita juga harus terapkan protokol kesehatan,” katanya.

Menurut Salihi, EcoNusa merupakan satu-satunya pihak yang pertama kali menyalurkan dukungan paket kesehatan kepada masyarakat di Pulau Rhun selama masa pandemi.

“Kalau bantuan dari pemerintah belum ada. Namun bantuan medis ada, seperti mendatangkan satu orang bidan dan suster,” ungkap Salihi.

Editor: Leo Wahyudi & V. Arnila Wulandani

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved