Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beragam keunikan. Potensi sumber daya laut yang dimiliki Indonesia, khususnya di wilayah timur, sangat besar. Sayangnya, pembangunan di wilayah timur Indonesia tidak sebanding dengan potensi laut yang dimiliki dan bahkan tidak semasif dengan pembangunan di wilayah barat Indonesia. Untuk itu, kehadiran Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan diperlukan untuk menyeimbangkan pembangunan dan pengelolaan kawasan timur Indonesia.
Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono, mengatakan salah satu alasan diperlukannya RUU Daerah Kepulauan adalah ketimpangan pembangunan nasional yang terlalu berpihak ke wilayah barat Indonesia. “Hal ini menyebabkan pembangunan di kawasan timur Indonesia sangat tertinggal,” kata Nono pada diskusi daring bertajuk “Rancangan Undang-undang Daerah Kepulauan untuk Siapa” pada Kamis, 18 November 2021.
Baca juga: Anak Muda, Kunci Keberhasilan Lingkungan di Namatota
Lebih lanjut, Nono juga menyinggung pidato Presiden Joko Widodo soal poros maritim dunia. Menurut Nono, batang tubuh RUU Daerah Kepulauan yang mengatur soal ruang pengelolaan, urusan pemerintahan serta dana, mampu menjawab persoalan, dan mengisi kekosongan poros maritim dunia.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Basilio Dias Araujo, menyoroti Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menurutnya, undang-undang tersebut telah menghilangkan konsep negara kepulauan karena munculnya teks daerah ‘berciri’ kepulauan. “Tidak ada provinsi berciri kepulauan di Indonesia karena negara ini bukan berciri kepulauan, akan tetapi negara ini adalah betul-betul negara kepulauan,” tegas Basilio.
Permasalahan selanjutnya muncul ketika UU No.23/2014 mensyaratkan produk hukum turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP). Sayangnya, menurut Basilio, hingga saat ini belum ada PP yang lahir dari undang-undang tersebut. Hal ini menimbulkan keraguan terhadap keseriusan pemerintah dalam mengatur dan mengelola kewenangan wilayah daerah kepulauan.
Baca juga: Warga Waimon Ingin Kelola Udang di Pulau Bambu
Selain itu, Nirwan Dessibali, Direktur Yayasan Konservasi Laut Indonesia (YKLI) juga menyoroti tentang konsentrasi dan keterlibatan perubahan iklim dalam RUU Daerah Kepulauan. Dari hasil temuannya, belum ada kata-kata iklim dalam draft RUU Daerah Kepulauan. “Maka penting untuk mengambil sudut pandang perubahan iklim di dalam RUU Daerah Kepulauan karena wilayah pesisir dan pulau kecil paling rentan gangguan iklim akibat pemanasan global,” kata Nirwan.
Melihat timpangnya kondisi sosial-ekonomi yang terjadi antara wilayah barat dengan wilayah timur Indonesia membuat Muhammad Karim, Pengajar Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Trilogi, semakin yakin soal pentingnya RUU Daerah Kepulauan. “Saya kira undang-undangnya harus segera disahkan supaya mewujudkan keadilan sosial-ekonomi, keadilan ekologis, serta pemerataan pembangunan secara nasional” katanya.
Editor: Leo Wahyudi, Nur Alfiyah, Lutfy Putra