Search
Close this search box.
EcoStory

School of Eco-Involvement, Menebar Benih Kebaikan di Kampung

Bagikan Tulisan
Peserta Sekolah Transformasi Sosial di Tarsa, Sorong, Papua Barat melakukan praktik di kelas pertanian. (Yayasan EcoNusa/ Lutfy Putra)

Membaca kembali perjalanan EcoNusa selama lima tahun belakangan, saya melihat ada hal-hal yang membuat saya bangga dan optimis. Sudah ada banyak kegiatan pendampingan yang dilakukan agar masyarakat adat makin mandiri dalam mengelola sumber daya alam, baik hutan dan laut, demi kesejahteraan mereka. Sejak 2019, EcoNusa telah menjalankan program yang disebut School of Eco-Involvement (SEI) yang menjadi payung Sekolah Transformasi Sosial (STS), Workshop Kepala Kampung, dan Sekolah Kampung yang tersebar di Sorong, Sorong Selatan, Kaimana, Merauke, Halmahera, dan Seram Bagian Barat. 

Apa yang telah dilakukan kawan-kawan di lapangan bersama kaum muda, tetua adat, dan masyarakat adat ternyata mulai memberikan dampak. Pendekatan strategis yang melibatkan para kepala kampung, kaum muda kampung, kader-kader kampung, dan masyarakat menjadi sinergi yang luar biasa untuk membangun kampung agar lebih baik dan maju. 

Seperti tujuan awalnya, sekolah yang diadakan EcoNusa ini untuk memperkuat ketangguhan atau resiliensi masyarakat lokal dalam mengelola, melindungi, dan memanfaatkan sumber daya alam dalam wilayah kelola tradisional mereka. Nyatanya, banyak warga kampung, baik para kepala kampung, tokoh masyarakat, maupun kaum muda yang terlibat memberikan respon yang sangat positif. 

Baca Juga: Berjalan Sambil Membuat Jalan

Mereka mengaku telah mendapatkan ilmu yang tak pernah mereka pelajari atau ketahui sebelumnya. Padahal lahan belajar ada dan sangat dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari. Sekolah kampung ini tak hanya memberi ilmu, tapi merupakan sekolah kehidupan yang membuka kesadaran kolektif bahwa mereka memiliki sumber daya alam yang dapat dikelola dan manusia yang mengelolanya. Mereka belajar tentang budidaya pertanian, cara menanam yang benar, cara membuat pupuk organik, cara memanfaatkan lahan pekarangan, kebun. Mereka juga diajari tentang energi terbarukan dengan bahan yang ada. Tak hanya menanam, tetapi masyarakat kampung diajari tentang teknologi pengolahan agar sumber daya yang dikelola memiliki nilai lebih dan nilai keekonomian yang menyejahterakan. 

Bahkan mereka juga belajar tentang pengumpulan data kampung di mana para kaum muda belajar mengenal teknologi untuk mencari data, membuat peta kampung. Seperti di Merauke, masyarakat belajar mengumpulkan data sosial terkait demografi, data sektoral terkait lahan dan pangan, serta data spasial terkait batas wilayah adat. 

Yang cukup menggembirakan dari kegiatan STS maupun Sekolah Kampung adalah munculnya sosok-sosok muda yang menjadi penggerak masyarakat. Mereka muncul dari ratusan peserta dan puluhan kampung yang terlibat dalam kegiatan yang terus berjalan ini. Ada sosok Billy Metemko dari Merauke yang menjadi penggerak untuk melek teknologi dan pentingnya data kampung. Ada lulusan SMP di Kaimana yang menjadi inspirator soal pembuatan pupuk organik. Ada sosok Eko Susanto di Seram Bagian Barat yang mengajak pemuda pengangguran untuk belajar tentang teknik pengeringan kopra yang menghasilkan pendapatan. Lalu Elvira Lumapuy di Maluku yang kini menjadi penggerak para wanita  yang tinggal di pelosok untuk menanam sayuran organik dan budidaya lebah madu hutan.  

Baca Juga: Penutupan STS Morekau, Sesi Berbagi Membangun Negeri

Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet, pernah mengatakan “Akar dari kebaikan terletak di lahan yang menghargai kebaikan”. Saya berani mengatakan bahwa SEI di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku ini ternyata telah menghasilkan para tokoh inspiratif atau champion lokal yang menghargai kebaikan. Para kader kampung dan kepala kampung turut berperan menebarkan ilmu yang telah mereka dapatkan dari kegiatan SEI ini. Mereka menjadi penebar benih kebaikan yang kelak menular ke seluruh lapisan masyarakat kampung. Saya yakin akan ada efek domino dari benih kebaikan yang mereka tebarkan. 

Saya berharap SEI ini benar-benar membuat masyarakat adat bertransformasi untuk lebih mengenal, memanfaatkan, lalu menjaga sumber daya alam yang mereka miliki. Termasuk sumber daya manusianya pun harus dikembangkan terus agar manusia di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku semakin unggul dan berdaulat atas kekayaan alam yang mereka miliki. 

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved