EcoStory

Padi Ladang untuk Ketahanan Pangan Masyarakat Nagura

Bagikan Tulisan
Masyarakat Kampung Nagura mengikuti pelatihan pertanian organik. (Yayasan EcoNusa)

Ketahanan pangan merupakan salah satu aspek fundamental dalam pembangunan suatu negara. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, tetapi juga akses masyarakat terhadap pangan yang aman, bergizi, dan berkelanjutan. Isu ini menjadi semakin penting seiring dengan pertumbuhan populasi dunia, perubahan iklim, serta tantangan sosial dan ekonomi yang dapat memengaruhi produksi serta distribusi pangan. 

Masalah ketahanan pangan membutuhkan penanganan serius di Kaimana, Papua Barat. Di provinsi ini petani cenderung memilih memproduksi tanaman perkebunan, seperti pala,  kelapa, dan pisang. Sedangkan untuk makanan pokok, masyarakat lebih cenderung membeli beras. Kebutuhan bahan pokok tersebut menyumbang sebagian besar pengeluaran rumah tangga, terlebih beras tersebut berasal dari luar Papua Barat. 

Baca Juga: Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kampung Seraran dengan Padi Organik 

Beberapa dekade lalu, masyarakat Kaimana, khususnya di Teluk Arguni Bawah menanam padi ladang. Masyarakat kampung di distrik tersebut seperti Ukiara, Seraran, dan Nagura menanam padi ladang untuk mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari. Namun pada awal 2000-an kegiatan bertanam padi tersebut berhenti, membuat masyarakat sepenuhnya bergantung pada beras dari luar.   

Melihat hal tersebut, Yayasan EcoNusa kembali mendorong masyarakat untuk menanam padi guna mencukupi kebutuhan pangan keluarga. Intervensi ini sudah dilakukan di Kampung Seraran sejak 2022, hasilnya masyarakat kini bisa menikmati beras hasil panen sendiri. Intervensi kemudian dilanjutkan ke Kampung Nagura yang dilakukan sejak April lalu. 

Proses ini akan diawali dengan diskusi bersama masyarakat tentang ketahanan pangan. Masyarakat Nagura mengakui bahwa sebagian penghasilan mereka habis untuk membeli beras. Mereka bersepakat untuk menanam padi dan berencana akan menggunakan 7 hektare lahan mereka untuk keperluan tersebut dan akan segera membersihkan lahan bersama-sama. Masyarakat juga bersepakat bahwa mula-mula penanaman padi tersebut akan dilakukan secara berkelompok sehingga bisa saling membantu dan menguatkan, terlebih mereka sudah lama sekali tidak menanam padi. Agar lebih terorganisir, mereka membentuk kepengurusan kelompok tersebut, mulai dari ketua, bendahara, dan sekretaris. 

Baca Juga: Memenuhi Gizi dari Kebun Sendiri

Selain membahas tentang rencana penanaman padi, di kegiatan itu, tim EcoNusa bersama dengan alumni Sekolah Transformasi Sosial juga mengajari masyarakat untuk membuat pupuk dan pestisida organik yang bahan-bahannya bisa diperoleh di sekitar. Untuk membuat pupuk, misalnya, masyarakat hanya membutuhkan di antaranya gula pasir, susu kaleng, terasi, ragi untuk tapai, cabai, tembakau, garam, cuka, telur, minyak goreng, hati dan batang pisang, dan buah kelapa muda. Bahan-bahan tersebut kemudian diolah dan difermentasi dalam drum selama 7-14 hari.  

Masyarakat terlihat antusias karena selama ini mereka tidak menggunakan pupuk untuk lahan pertanian maupun perkebunan. Dengan pengetahuan baru ini, mereka berharap bisa meningkatkan hasil panen. 

Editor: Nur Alfiyah

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved