Tahun 2045 digadang akan menjadi tahun Indonesia emas karena populasi anak muda usia produktif akan mendominasi. Pada tahun ini Indonesia akan memiliki generasi muda yang unggul dan berdaya saing sehingga Indonesia akan menjadi negara maju. Hal ini menjadi kondisi lanjutan dari 2030 yang dikatakan sebagai puncak bonus demografi, yaitu ketika negara kita memiliki jumlah penduduk usia produktif yang lebih tinggi dibandingkan penduduk usia non-produktif.
Namun, di balik impian tersebut, Indonesia akan mengalami keadaan darurat iklim. Dampak perubahan iklim tersebut sudah terjadi saat ini ketika cuaca dan musim makin tak menentu. “Keadaan bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Berangkat dari keresahan itu, kira-kira apa yang akan dilakukan oleh orang muda sebagai agen perubahan?” kata Yolanda Parede, Koordinator Penjaga Laut Nasional, di hadapan para awak media pada 27 Oktober 2022 di Jakarta.
Menurut Yolanda, kita tidak perlu menunggu 2045 untuk melakukan perubahan. Yang paling mungkin untuk diubah saat ini adalah para kaum muda tersebut dengan membangun kesadaran bahwa perubahan iklim itu juga akan berdampak serius pada kehidupan mereka. “Yang paling mudah diubah adalah diri sendiri,” tandas Yolanda.
Berangkat dari kondisi tersebut, Penjaga Laut menggaungkan gerakan publik bertajuk ‘Aksi Muda Jaga Iklim’ (AMJI) sebagai sebuah wadah gerakan bersama. Dalam kegiatan massal ini semua orang maupun komunitas dapat bergabung dan bergerak bersama untuk melindungi bumi, termasuk juga laut.
Aksi yang akan dilakukan dalam AMJI antara lain penanaman mangrove, penanaman pohon, cabut paku dari pohon, transplantasi terumbu karang, aksi bersih sampah baik di darat maupun bawah laut, aksi bersih kampung, nonton bareng film edukasi lingkungan, diskusi lingkungan, dan juga bootcamp. AMJI melibatkan ribuan orang yang tersebar di 279 titik bersama 89 kolaborator di seluruh Indonesia pada 29 Oktober 2022.
Menanggapi hal ini, Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Citarum Ciliwung, Pina Ekalipta, menyatakan dukungannya terhadap gerakan anak muda tersebut. Ia berharap agar acara AMJI itu bukan sekedar seremoni, tetapi ada edukasi sehingga ada dampak perubahan perilaku dan ke depan ada manfaat ekonomi bagi masyarakat.
“Kami kurang sreg kalau (AMJI) hanya seperti seremoni. Habis acara lalu bubar. Kami titip pesan agar ke depan harus tetap mengawal setelah menanam,” kata Pina mengomentari rencana penanaman mangrove yang akan dilakukan di titik utama, yaitu di Tangerang Mangrove Center, Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang Banten.
Menurut Pina, penanaman sekitar 2.000 batang mangrove di satu titik itu tampak kecil, karena setara dengan 1 hektare. Tetapi kalau dikalikan dengan semua titik, berarti akan menambah luasan sekitar 400-an hektare. “Ini bukan angka kecil. Ini luar biasa, dan harus dikembangkan. Tapi tidak hanya mangrove,” kata Pina.
Menurut Pina, mangrove saat ini sedang menjadi perhatian karena Indonesia mempunyai komitmen untuk mengurangi emisi melalui penanaman mangrove. Mangrove mampu menyerap sekitar 800 ton karbon setiap hektare jika dibanding dengan tanaman darat lainnya. “Kuncinya adalah kelembagaan dimana kalau kita menanam, kita bisa menitipkannya kepada masyarakat,” lanjut Pina sambil berharap agar ekonomi hijau bisa berjalan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Di sisi lain, Yolanda menekankan bahwa menjaga lingkungan bukan pekerjaan rumah satu pihak, tetapi tugas kita bersama. Karena itu, Penjaga Laut selalu mendorong kolaborasi anak muda untuk melakukan beragam aksi nyata secara konsisten.
Menanggapi hal tersebut, Dian Banjar Agung, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta, meyakini bahwa AMJI ini akan menjadi gerakan yang sangat besar. “Ini sebagai gerakan kecil yang bisa memberi manfaat dan dampak luar biasa,” kata Banjar.
Dalam pernyataan pemungkas, Pina menekankan agar anak muda jangan lelah untuk berproses. “Jangan hanya pencitraan. Lebih baik kecil, tetapi dampaknya nyata,” katanya. ***