Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Mengembalikan Kemandirian Pangan Masyarakat di Pesisir Halmahera

Bagikan Tulisan
Para wanita sedang bercocok tanam di lahan kebun kampung di Kampung Posi-posi, Maluku Utara. (Dok. EcoNusa/Kei Miyamoto)

Melemahnya roda ekonomi akibat pandemi Covid-19 menyebabkan akses sebagian besar manusia terhadap pangan menjadi semakin terbatas. Data Food and Agriculture Organization (FAO) menyebutkan bahwa wabah Covid-19 telah menyebabkan hampir 690 juta orang di dunia mengalami kelaparan. Angka ini meningkat setidaknya 10 juta dari data tahun 2019 dan masih bisa bertambah lagi tergantung pada kondisi pertumbuhan ekonomi dunia.

Merespon dampak pandemi terhadap ketahanan pangan masyarakat khususnya di Indonesia Timur, Yayasan EcoNusa bersama Perkumpulan PakaTiva berkomitmen untuk membantu penguatan ketahanan pangan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Halmahera Selatan. Komitmen ini kemudian diimplementasikan melalui program Forest Community Work dan pelaksanaan Ekspedisi Maluku EcoNusa Rute I. Dalam perjalanan ini, berbagai dukungan berupa alat pertanian, pupuk dan benih tanaman hortikultura diberikan kepada masyarakat di desa-desa tujuan. Di antaranya adalah Desa Samo, Desa Posi-posi, Desa Gumira, dan Desa Pasir Putih  yang juga merupakan desa dampingan Perkumpulan PakaTiva.

Dulunya, masyarakat di Desa Samo, Posi-posi, Gumira, maupun Pasir Putih kerap memanfaatkan sumber pangan yang ada di sekitar mereka. Sagu, kasbi (singkong), batata (ubi), dan jagung adalah pangan pokok sehari-hari masyarakat di empat desa ini. Namun arus modernisasi membuat kebiasaan mengonsumsi bahan pangan tradisional tersebut semakin pudar. Seiring dengan banyaknya bahan pangan modern dan meningkatnya ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi beras, maka konsumsi terhadap sagu, kasbi batata, dan jagung mulai ditinggalkan masyarakat. Kondisi ini menggerus kemandirian pangan masyarakat.

Baca juga: Catatan Perjalanan: Ketahanan Pangan Warga Saat Pandemi

“Di tahun 80-an ada perusahaan kayu, PT. Barito masuk ke sini. Nah, di situ awal mula masyarakat seakan-akan lupa, karena ada pemikiran baru bagi masyarakat bahwa perusahaan juga bisa bantu kehidupan mereka. Tapi selama perusahaan itu ada di sini, perubahan taraf hidup masyarakat sebetulnya tidak ada,” kata Rusli Hi Aba, tetua Desa Samo yang menceritakan awal mula masyarakat meninggalkan pangan tradisional.

Melalui program Forest Community Work, Perkumpulan PakaTiva mendampingi masyarakat di keempat desa ini untuk memperkuat sistem pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal, yaitu lewat pengembangan ekonomi komunitas dan membangun manajemen lingkungan di desa-desa tersebut. PakaTiva percaya kalau masyarakat sejahtera dan dapat merasakan manfaat langsung dari keberadaan hutan yang ada di desanya, mereka akan berusaha menjaga ekosistem hutan yang ada dengan penuh kesadaran diri. Oleh karena itu, sistem kemandirian pangan di desa-desa ini perlu dibangun terus menerus.

PakaTiva sendiri telah mendampingi Desa Samo sejak 2019 dan mulai mendampingi Desa Posi-posi, Gumira, dan Pasir Putih pada 2020. Pendampingan ini berupa pengembangan kapasitas dan pelatihan tentang pertanian lokal organik dengan memanfaatkan lahan dan potensi sumber daya yang sudah ada. Masyarakat diajak untuk mulai  mengolah kembali lahannya dengan menanam tanaman-tanaman konsumsi seperti padi ladang, umbi-umbian, sayur mayur, dan buah-buahan. Tak hanya itu, PakaTiva juga memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk mengolah hasil pertaniannya menjadi produk yang bernilai ekonomi. Misalnya, membuat minyak kelapa murni (virgin coconut oil), halua (olahan gula aren dicampur kenari dan kasbi), dan keripik pisang.

“Dukungan EcoNusa sejak 2019 dalam program Forest Community Work PakaTiva sangat membantu komunitas di 4 desa dampingan ini untuk mengembalikan nilai tradisi dan budaya masyarakat dalam aspek tata kelola pertanian. Pola pemanfaatan lahan serta hutan berkelanjutan yang telah menghilang berangsur-angsur dimunculkan kembali. Salah satunya dengan memutus mata rantai ketergantungan masyarakat pada beras dengan menanam kembali padi di lahan mereka sendiri,” jelas Faisal Ratuela, Direktur Perkumpulan PakaTiva.

Hadirnya Perkumpulan PakaTiva dan Yayasan EcoNusa di keempat desa ini pun disambut baik oleh masyarakat. Husein Adam, salah satu masyarakat Desa Samo yang juga merupakan ketua dari kelompok tani di sana mengatakan, masyarakat terbantu dengan dukungan yang diberikan. Selain diajarkan cara mengelola lahannya dengan lebih baik, PakaTiva juga mendorong masyarakat untuk mengolah hasil pertaniannya sehingga memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.  Pemasaran produk-produk hasil olahan masyarakat juga dibantu. 

Tong dapat banyak manfaat setelah PakaTiva datang ke sini. Tong su tau cara urus tanaman, buat pupuk. Sebelumnya tong tanam itu asal saja, tra pakai pupuk, asal siram. Torang dulu mau makan beli dulu ke mas-mas. Sekarang mau makan tinggal ambil ke tong pe kebong,” ucap Mama Salma, warga asli Desa Gumira.*

*) Tong: kami. Su: sudah. Tra: tidak. Torang: kami

Editor: Leo Wahyudi & V. Arnila Wulandani

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved