Search
Close this search box.
EcoStory

Hutan dan Teluk Memberi Penghidupan (Bagian 2)

Bagikan Tulisan
Spot foto di Teluk Sarawandori, Kampung Sarawandori, Distrik Kosiwo, Kota Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Wisatawan lokal maupun mancanegara telah menikmati indahnya Teluk Sarawandori, baik di permukaan maupun di menyelam di dalamnya. (Yayasan EcoNusa/Lutfy Mairizal Putra)

Andi Leo rupanya resah dengan profesinya sebagai penebang kayu liar di hutan di Kampung Sarawandori, Distrik Kosiwo, Kota Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Ia berniat mengubah nasibnya. Garis hidupnya berbelok setelah ia bertemu dengan Ottow Maker. Ottow adalah Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Provinsi (KPHP) Unit XIX Kepulauan Yapen berdasarkan Surat Keputusan Menteri SK.481/MENHUT-II/2009. Siang hari sekitar 2015, Ottow Maker bersama stafnya berkunjung ke rumah Andi Leo. Mereka memberi nasihat kepada Andi agar tak lagi menebang pohon di hutan. Hutan yang luasnya 3 kilometer itu memang berada dekat rumahnya.

Dalam kesempatan itu, Ottow menjelaskan program jasa lingkungan serta manfaatnya bagi hutan dan masyarakat. Dia juga bertanya tentang potensi ekowisata yang dimiliki Kampung Sarawandori dan apa yang bisa dilakukan Andi.

“Saya bilang kalau saya suka menyelam, suka snorkeling. Mereka tanya butuh alat apa saja. Beberapa bulan kemudian datanglah alat snorkeling lengkap. Ada fin, kacamata, kamera Go Pro,” kata Andi bangga.

Pemuda lulusan akademi manajemen transportasi penerbangan udara di Yogyakarta ini pun antusias. Sebenarnya ia mulai tertarik dengan laut sejak 2013 karena ada seorang pilot pesawat ringan yang berwisata di daerahnya. Ia memandu pilot asing tersebut. “Saya lahir dan besar di daerah pantai. Punya keahlian berenang dan menyelam dari lahir,” katanya.

Bantuan alat tersebut menambah daftar alat yang sebelumnnya telah dimiliki Andi. Ia mulai membawa tamu lokal dan dari manca negara untuk snorkeling pada 2015. Mulai 2017, kunjungan wisatawan mulai ramai. Bahkan pada 2018, dalam satu bulan ia bisa memandu 5-6 trip untuk snorkeling di Sarawandori. JBantuan alat dari KPHP Unit XIX Kepulauan Yapen memperpanjang daftar pelanggannya dalam satu kali kunjungan. “Ekowisata sangat menjanjikan dan bisa menghasilkan uang. Mengapa saya harus berpikir untuk kerja yang lain? Toh alam dan pantai bisa memberikan hasil,” kata Andi penuh keyakinan.

Untuk menarik tamu lebih banyak, Andi memasang baliho untuk mempromosikan wisata snorkeling di depan kediamannya. Ia juga berpromosi di kanal media sosial Facebook dan WhatsApp. Dia juga meminta sejumlah teman untuk mengunggah brosur promosi di akun media sosial pribadi mereka.

Promosinya memberikan hasil. Pelanggan terbesar Andi datang dari masyarakat Kota Serui, khususnya karyawan toko dan pegawai. Untuk 1-5 orang, Andi memberi tarif Rp400.000 per orang dan Rp600.000 per orang untuk paket 5-10 orang.

KPHP Unit XIX Kepulauan Yapen merasa masih ada peluang ekowisata yang dapat dimanfaatkan masyarakat agar dapat meningkatkan pendapatan sekaligus menjaga hutan. Ottow dan jajarannya mengumpulkan masyarakat yang memiliki ide pengembangan ekowisata untuk dikirim studi banding ke Yogyakarta. Andi termasuk salah satu diantaranya. Dia menawarkan ide pembuatan spot foto di Teluk Sarawandori.

Ide itu muncul saat Andi Leo berselancar di media sosial. Dia melihat banyak spot foto yang menarik bagi pelancong. Untuk Papua, terdapat spot foto di Jayapura dan Biak. Menurutnya, Teluk Sarawandori juga memiliki potensi besar untuk pengembangan ekowisata.

“Saya ada pemandangan bagus. Tidak hanya hutan tapi juga ada airnya. Akhirnya dibantu Dinas Kehutanan, saya kerjakan dengan teman-teman,” kata Andi.

Spot foto Teluk Sarawandori resmi dibuka pada Agustus 2017, saat libur lebaran Idul Fitri. Pengunjung tak hanya datang dari masyarakat Kota Serui, tapi juga dari Manokwari, Sorong, Jayapura, dan beberapa tempat di Pulau Jawa. Selain berfoto, pelancong juga dapat bermain bebek air, mengayuh kano dan berenang.

Menurut Andi, tempatnya pernah dikunjungi oleh pemain bola dari Persija Jakarta dan Persib Bandung. Sebut saja Fabiono Beltrame, pesepak bola asal Brazil yang bermain di posisi betahan di Persib. Fabiano mengunggah foto dirinya di Instagram saat berada di Teluk Karopai pada 30 November 2018.

“Selang beberapa bulan kemudian, banyak sekali orang dari luar berdatangan ke mari. Ada yang dari Jakarta dan Bandung. Ada yang dari Timika cuma datang, foto, balik lagi,” kenang Andi bangga.  

Menjadi pengelola ekowisata mengubah hidup Andi Leo. Pekerjaannya kini tak seletih dan berisiko tinggi dibanding saat masih menjadi penebang kayu. Pendapatannnya juga relatif lebih tinggi. Penghasilan bersih Andi kini sekitar Rp3 juta setiap bulannya dari jasa snorkeling dan Rp 2 juta per bulan dari spot foto. Jika dahulu pohon adalah uang, kini pohon adalah kawan yang harus dilindungi. “Selain itu, dengan snorkeling saya bisa menjaga terumbu karang dan perburuan liar yang merusak,” kata Andi.

Andi punya jadwal khusus untuk berpatroli menjaga hutannya dari penebang kayu liar yang datang dari dalam dan luar Kampung Sarawandori. Mereka datang berkelompok. Penebang kayu terbanyak yang pernah ditemui Andi datang hingga 10 orang. Beberapa penebang kayu mengerti dan tak berani kembali setelah Andi memberi penjelasan manfaat hutan bagi masyarakat. Tapi ada pula yang tetap berkeras kepala.

“Banyak juga yang datang berkali-kali. Saya sudah bikin batasan. Mereka tidak boleh masuk di tempat saya. Akhir-akhir ini saya bersikap lebih keras. Sudah dua tahun terakhir mereka tahu diri. Tidak seperti dulu, mereka masuk seenaknya lalu tebang,” ucap Andi.

Menurut Andi, pelancong yang berkunjung ke berbagai tempat ekowisata tidak hanya mendapatkan kesenangan dan rekreasi, namun juga membantu masyarakat untuk melindungi hutan dengan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Kisah Andi menjadi satu dari sekian cerita inspiratif tentang pengelolaan hutan berbasis ekowisata yang mendapat tempat di masyarakat di Tanah Papua.

Editor: Leo Wahyudi

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved