Sebagai penemuan dalam ilmu pengetahuan, plastik pada awalnya diciptakan untuk memudahkan hidup manusia. Namun, siapa sangka saat ini plastik justru menjadi musuh bersama umat manusia dan lingkungan tempat tinggal seluruh makhluk di dunia.
Berdasarkan data yang dihimpun tim peneliti Universitas California, Santa Barbara, Universitas Georgia, dan Asosiasi Edukasi Laut, Amerika Serikat, menyatakan lebih dari 9 miliar ton plastik diproduksi sejak tahun 1950. Dari jumlah tersebut, yang berhasil didaur ulang hanya mencapai 9 persen.
Plastik juga sangat berpengaruh dalam merubah peradaban manusia. Budaya ikut bergeser dengan hadirnya plastik, salah satunya adalah perilaku manusia dalam berbelanja di pasar tradisional maupun modern.
Jika dahulu masyarakat cenderung memakai tas tradisional berbahan dasar daun maupun rotan yang ramah lingkungan. Hadirnya plastik menggerus tas-tas tersebut, karena tiap pedagang sekarang sudah pasti menyediakan kantong belanja plastik sebagai wadah dari barang yang dibeli di tempat mereka. Sayangnya, dari semua kantong belanja plastik itu akan cenderung menjadi sampah yang kemudian membebani lingkungan.
Menyadari hal tersebut berbagai inisiatif coba ditelurkan oleh masyarakat lewat komunitas maupun individual sebagai langkah preventif. Gaya hidup masyarakat saat ini pun banyak yang menggunakan tas belanja berulang pakai.
Yang paling berpengaruh tentu saja kebijakan Pemerintah di tingkat Nasional maupun Daerah yang melakukan pembatasan terhadap penyediaan kantong belanja plastik di ritel maupun di pasar tradisional. Hanya saja, sejauh ini baru 3 Pemerintah Daerah yaitu Banjarmasin, Balikpapan dan Bogor yang berani mendorong langkah progresif tersebut dalam sebuah kebijakan formal.
Bogor sebagai Kota yang baru saja mengumumkan akan melakukan pelarangan penyediaan kantong belanja plastik di ritel modern mulai Desember mendatang menyatakan hal itu dilakukan demi mengurangi tumpukan sampah yang terus bertumbuh di Bogor.
Sejauh ini, tumpukan sampah per hari di Bogor mencapai 600 ton sampah, 13 persen diantaranya merupakan plastik. “Kita habis-habisan di hulu, diantaranya adalah mendorong masyarakat untuk memilih dan memilah sampah mereka, menumbuhkan bank sampah, pembatasan plastik dan edukasi penggunaan tumbler, hasilnya, berkurang 50 sampai 70 ton sampah perhari,” ucap Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto dalam Diskusi bertajuk Gerakan Bangga Tanpa Plastik dengan Kembali ke Tradisional #BanggaTanpaPlastik #KembaliKeTradisi yang dihelat di Pasar PD Jaya Tanah Abang Blok B, Jakarta, Selasa (02/10/2018).
Dengan melakukan pembatasan terhadap kantong plastik di ritel, Bogor dikatakan Bima juga mencoba untuk mengkaji lebih jauh barang-barang penggantinya. Salah satunya adalah plastik ramah lingkungan yang terbuat dari serat tapioka yang organik dan mudah terurai di lingkungan.
“kita sekarang coba siapin tas-tas ramah lingkungan dan pelaku usaha untuk siapkan substitusinya,” imbuh Bima.
Sementara itu, Balikpapan yang sudah menjalankan kebijakan tersebut sejak Peraturan Walikota dikeluarkan pada April lalu mendulang dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Balikpapan yang mengusulkan agar pelarangan plastik diatur dalam regulasi yang lebih kuat, yaitu Peraturan Daerah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan Suryanto yang hadir dalam kesempatan tersebut menyatakan dengan adanya usulan Perda, maka pelarangan plastik pun direncanakan untuk diperluas. Tidak hanya sebatas kantong belanja plastik, namun juga pada kemasan-kemasan plastik lainnya.
“Salah satu pelarangan yang mungkin dikeluarkan adalah di kawasan Pariwisata tidak boleh ada itu makanan-makanan dengan kemasan plastik untuk masuk,” ucap Suryanto.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji menyebut meskipun belum ada kebijakan khusus terkait pengurangan kantong belanja plastik di Ibu Kota Negara, penegakan hukum dijalankan bagi mereka yang membuang sampah sembarangan. Hal itu lumrah terlihat saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta.
“Pada saat itu, jangan harap ada orang-orang bisa nyampah, petugas kami akan segera menindak. Kalau ada yang lolos ya mereka beruntung saja pada saat itu,” terang dia.
Selain pada momentum tersebut, beberapa kali Isnawa dan tim juga memergoki adanya oknum-oknum nakal yang membuang sampah sembarangan ke lingkungan. “Total pada 2016 lalu kami berhasil mengumpulkan uang denda buang sampah sembarangan hingga Rp116 juta,” terang dia.
Dalam kesempatan berbeda, Pegiat Lingkungan Bustar Maitar mengapresiasi inisiatif-inisiatif yang muncul ke permukaan terkait pengurangan sampah terutama sampah plastik. Dirinya menyatakan sampah plastik harus bisa dikurangi agar tidak bermuara ke lautan. Pasalnya, plastik merupakan bahan polutan yang sulit terurai dan rentan menjadi makanan ikan serta merusak ekosistem laut seperti terumbu karang.
Mengutip data BPS & INAPLAS, Sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/ tahun dimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik. Sedangkan Kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 Milyar lembar pertahun yang totalnya seberat 85.000 ton.
“Kalau kita lihat laut kita berwarna biru, tapi persoalan sebenarnya ada di dalam laut. Sampah plastik dan dampaknya pada ekosistem laut akan terus berlanjut. Makanya dengan dorongan dari pemerintah dan kesadaran tiap individu untuk mengurangi konsumsi plastik nantinya akan berdampak juga pada kesehatan laut kita. Karena laut adalah masa depan bangsa,” imbuh Bustar yang juga merupakan Ketua Yayasan EcoNusa itu.
“Masyarakat harus bisa merubah perilaku untuk mengurangi penggunaan plastik, namun tanggung jawab lebih besar ada di produsen baik yang menggunakan plastik dalam produknya maupun yang membuat plastik itu sendiri,” tukas Bustar.