Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
EcoStory

Noken, Rajutan Identitas Masyarakat Papua

Bagikan Tulisan
Noken menjadi tas tradisional yang mengandung beragam fungsi dan filosofi bagi masyarakat Tanah Papua. (Yayasan EcoNusa/Moch Fikri)

Bagi masyarakat Papua, noken memiliki makna filosofis dan simbol-simbol kehidupan tersendiri. Noken dianggap sebagai simbol wanita Papua, kesuburan, kekeluargaan, ekonomi, kehidupan yang baik, perdamaian, dan identitas. Sebagai budaya asli Papua, noken memiliki hubungan erat dengan alam. Noken terbuat dari bahan dasar serat kulit kayu dan pewarna alami yang berasal dari akar tumbuhan dan buah-buahan hutan. Anyaman yang dibuat oleh para mama (ibu suku-suku) Papua umumnya dijadikan sebagai wadah serbaguna.

Dari keunggulan dan keunikan noken tersebut mengantarkan tas rajut khas Papua ini masuk dalam Daftar United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu “Warisan Budaya Tak Benda” atau intangible heritage, dan setiap tanggal 4 Desember diperingati sebagai “Hari Noken Sedunia”.

Dalam perhelatan bulanan Mari Cerita (MaCe) Papua yang diselenggarakan oleh Yayasan Econusa, diskusi bulan ini membahas mengenai “Noken, Rajutan Identitas Masyarakat Papua”, dengan mendatangkan sejumlah narasumber ahli, antara lain pengrajin noken (Mama Papua), Perwakilan pegiat usaha ekonomi kreatif, dan Direktur Program dari Yayasan EcoNusa

Ketua Noken Ania, Merry Dogopia menyebutkan bahwa noken adalah tas tradisional Papua yang harus dimiliki oleh semua orang Papua. “Noken adalah identitas Papua. Di dalam noken itu kita mengisi semua kebutuhan seperti hasil bumi, harta benda, juga sebagai gendongan bayi. Semua itu ada dalam noken,” terangnya. Merry juga menyebutkan bahwa dirinya telah merajut noken sejak kanak-kanak (sejak kecil).

Papua memiliki lebih kurang 250 suku, dan setiap suku berbeda-beda dalam merajut noken. “Jadi setiap suku beda. Ada yang perempuan saja yang merajut, tapi ada juga laki-laki yang bisa merajut,” kata Merry. Bahan untuk membuat noken berasal dari serat kulit kayu. Namun tidak semua kulit kayu dimanfaatkan, ada pohon-pohon khusus yang diambil. Proses pengerjaan noken pun terbilang unik, tergantung dari ukurannya.

Merry menjelaskan, jika noken berukuran kecil hanya memakan waktu satu hari, sedangkan noken berukuran sedang hingga besar dapat memakan waktu seminggu. “Noken yang ukurannya kecil biasanya untuk kantong hape (ponsel), dan proses pengerjaan 1 sampai 2 hari. Sedangkan untuk kantong noken sedang sampai besar bisa makan waktu hingga seminggu, karena kita juga harus melakukan kegiatan lain di luar merajut,” ujar Merry.

Dari sektor usaha ekonomi kreatif, noken juga dapat dikreasikan kedalam banyak bentuk selain fungsinya sebagai tas. Beberapa desainer Tanah Air pun mempromosikan noken hingga ke Mancanegara dalam kreasi produk fashion.

Desainer Fesyen Nasional, Yurita Puji mengungkapkan noken secara umum adalah rajutan yang dapat diaplikasikan dibanyak hal layaknya rajutan umumnya. Ia berpendapat bahwa belum banyak orang awam yang mengenal noken secara dalam, sehingga itu menjadi alasan utama Yurita untuk mempromosikan rajutan khas Papua ini, baik ke Dalam maupun Luar Negeri. “Buat saya dengan mempromosikannya seperti memberi indentitas untuk produk itu, bahwa noken adalah kepunyaan Indonesia,” ujarnya.

Secara pribadi, Yurita tertarik membawakan produk yang belum banyak orang kenal, atau mengolah kain atau bahan baku yang rumit untuk dijadikan sebuah produk. Selain Noken Papua, Yurita juga pernah mempromosikan seperti tenun NTT, Karawo Gorontalo, Songket Aceh Songket Padang, dan Songket Lampung, di beberapa pergelarannya.

Yurita mengkreasikan noken menjadi pakaian, dengan garis desain seperti rajutan dengan mengkombinasikan bahan umum yang ada di pasaran. Gunanya kombinasi sendiri adalah agar mudah dalam proses pembuatan, dan juga menurunkan harga produksi agar lebih real, sehingga bisa masuk ke pasaran. “Seperti yang kita tahu bahwa produk noken itu langka dan harganya cukup tinggi. Bahan dasar noken yang unik merupakan daya tarik tersendiri,” ungkap Yurita.

Direktur Program Yayasan EcoNusa, Muhamad Farid, noken yang terbuat dari akar dan serat berbagai jenis pohon adalah salah satu bukti bagaimana orang asli papua (OAP) sangat erat hubungannya dengan jasa yang tersedia di hutan. Selain untuk peralatan seperti Noken, OAP juga memanfaatkan jasa ekosistem hutan lainnya seperti obat-obatan dan makanan.

“Oleh karena itu kita harus membantu OAP menjaga hutannya. Sehingga kerusakan yang terjadi apalagi yang dilakukan oleh industri skala besar dengan melakukan konversi hutan tidak boleh dilakukan, karena koversi hutan sama saja dengan memutus kehidupan masyarakat di Tanah Papua, serta flora dan fauna yang menjadikan hutan sebagai rumahnya. Jasa lingkungan hutan sangat penting untuk ketersediaan air segar, udara segar sebagai paru-paru dunia dan sekaligus menyerap CO2 yg menjadi gas penyebab pemanasan global,” kata Farid.

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved