Di Indonesia, wilayah pesisir memiliki keragaman hayati sekaligus penyedia sumber daya alam dan jasa lingkungan paling produktif. Pada satu sisi, kawasan tersebut memiliki potensi ekonomi besar untuk kesejahteraan manusia, seperti untuk mendukung kebutuhan permukiman, transportasi, perikanan, wisata dan industri. Namun di sisi lain, potensi perekonomian pesisir berhadapan dengan kerusakan lingkungan yang memicu ketidakseimbangan ekosistem, mulai dari abrasi, kerusakan terumbu karang, degradasi mangrove, pencemaran lingkungan hingga konflik lahan. Upaya untuk mengatasi sederet persoalan ini jelas membutuhkan komitmen banyak pihak, tidak terkecuali perangkat dan mitra di level desa untuk mengawal keberlanjutan sumber daya wilayah pesisir.
Perairan Teluk Jor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat tidak lepas dari persoalan serupa. Secara administratif, perairan Teluk Jor berada dalam kewenangan Desa Jerowaru dan Desa Pare Mas, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Teluk Jor merupakan lekukan kecil yang berada di bagian selatan Lombok Timur. Pada bagian dalam dan luar kawasan Teluk Jor terdapat kawasan budidaya lobster (Panulirus sp), bagang tancap dermaga speed boat dan jasa penyeberangan yang dikelola oleh Dinas Perhubungan Provinsi NTB.
Berdasarkan Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Lombok Timur 2012-2032, status perairan Teluk Jor adalah daerah pemanfaatan. Komoditas utamanya adalah udang lobster yang banyak dibudidayakan dengan sistem Keramba Jaring Apung sejak 2000. Komoditi lainnya adalah ikan kerapu, rumput laut, mutiara hingga garam.
Read Also: Marine Station EcoNusa: Mendorong Konservasi Laut dan Pembangunan Berkelanjutan di Banda Neira
Laut Lombok Timur memiliki potensi sumber daya ikan lestari (MSY-Maximum Sustainable Yield) sebesar 18.242 ton per tahun (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2008). Produksi perikanan tangkap laut di Perairan Lombok Timur pada tahun 2020 sebesar 19.500 ton. Jumlah tersebut naik pada 2021 menjadi 24.023 ton (Kabupaten Lombok Timur dalam Angka, 2023). Dari angka tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah tangkapan ikan melebihi pemanfaatan ikan secara lestari.
Ketergantungan terhadap sumber daya perikanan yang tinggi dan jenis mata pencaharian homogen memicu kerentanan ekonomi pada masyarakat nelayan dan pembudidaya. Sementara itu, tingginya tekanan terhadap kawasan pesisir memerlukan solusi berbasis komunitas dan untuk meraih solusi tersebut diperlukan wadah aspirasi dan kolaborasi pada tingkat desa yakni melalui pembentukan LKD dan pembentukan aturan payung berupa peraturan desa yang dimampukan dengan adanya UU Desa No.6 Tahun 2014.
Oleh karena itu, Yayasan EcoNusa dan Lembaga Pengembangan Sumber Daya Nelayan (LPSDN) menginisiasi Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) untuk memperkuat pemantauan dan pelestarian pesisir. Ada dua faktor yang mendasari perlunya pembentukan LKD. Pertama, tidak adanya lembaga berbasis masyarakat yang menjalankan pengawasan lingkungan pesisir pada tingkat desa, yakni di Desa Pare Mas dan Desa Jerowaru. Kedua, masih terdapat pengrusakan kawasan mangrove, lamun dan terumbu karang, termasuk kerusakan yang muncul dari penggunaan alat tangkap merusak. Selain itu, kerjasama pembentukan LKD ini berlangsung dalam rangka implementasi tujuan koalisi Jaring Nusa (yang beranggotakan 18 NGO, termasuk EcoNusa dan LPSDN) untuk mendorong keterlibatan aktif masyarakat di Kawasan Timur Indonesia dalam semua perencanaan pembangunan pesisir dan pulau kecil.
Read Also: Catatan Perjalanan: Menyaksikan Molo, Kearifan Lokal Menangkap Hasil Laut di Papua
Dengan tidak adanya lembaga berbasis masyarakat di level desa yang dapat menyikapi kerusakan pesisir, LKD tentu merupakan pendekatan strategis. LKD ini adalah LKD pertama se-kabupaten Lombok Timur, NTB yang berorientasi pada pelestarian ekosistem. Pembentukan LKD sejalan dengan mandat UU Desa dimana tugas utama LKD adalah mendukung pemberdayaan masyarakat, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan serta meningkatkan pelayanan masyarakat. Secara struktur, LKD tidak berada di bawah, melainkan sebagai mitra Pemerintah Desa sebagaimana ditetapkan dalam UU Desa (Pasal 94). Pembentukan LKD lebih lanjut diatur dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan Lembaga Adat Desa (LAD).
Setelah menyelesaikan 12 tahapan kegiatan melalui kerjasama EcoNusa dan LPSDN yang berlangsung pada semester kedua 2023, dua LKD telah terbentuk dan diberi nama Lembaga Pemantau dan Pelestarian Ekosistem Pesisir (LP2EP). LP2EP telah mendapat payung hukum yakni Peraturan Desa Jerowaru No. 11 Tahun 2023 tentang Lembaga Pemantau dan Pelestarian Ekosistem Pesisir Bale Langgak Segare dan Peraturan Desa Paremas No. 9 Tahun 2023 Tentang Lembaga Pemantauan dan Pelestarian Ekosistem Pesisir Bale Langgak Pesisi.
Sejumlah kegiatan berlangsung dalam upaya pembentukan LKD dan penyusunan aturan desa, yang terdiri dari 3 pertemuan audiensi, 1 pertemuan sosialisasi rencana kerja, 2 kegiatan penyusunan Ranperdes, 2 kegiatan penyempurnaan, 1 kegiatan harmonisasi dan sinkronisasi, 1 pembahasan final dan penetapan, dan diseminasi peraturan desa. Salinan Perdes ini telah diperbanyak dan didistribusikan oleh Pemerintah Desa Jerowaru dan Pemerintah Desa Pare Mas kepada masyarakat dan perangkat desa termasuk Kepala Dusun, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) seperti LPMD, PKK, Posyandu, Karang Taruna, dan Pemangku Adat. Kemudian struktur pengurus LKD LP2EP telah ditetapkan oleh masing-masing Pemerintah Desa, yakni terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
Read Also: Masyarakat Pesisir di Tengah Kemiskinan, Tambang, dan Pemanasan Global
Pasca-penerbitan Peraturan Desa, Pemerintah Daerah telah menyatakan secara tertulis dukungan bagi LKD LP2EP yang baru terbentuk ini. Camat Jerowaru sebagai bagian dari unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Lombok Timur, Pemerintah Desa Jerowaru, dan Pemerintah Desa Pare Mas telah menerbitkan surat dukungan untuk kegiatan LKD LP2EP ke depan dalam bentuk penyusunan kebijakan, penugasan personil dan alokasi anggaran dalam setiap tahun anggaran APBD Kabupaten Lombok Timur, APBDes Jerowaru dan Pare Mas. Harapannya dana tersebut dapat digunakan untuk pengembangan program lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Peraturan Desa yang dibentuk saat ini hanya sebatas pada pembentukan LKD LP2EP. Dengan demikian, untuk menguatkan LKD LP2EP yang terbentuk masih perlu diinisiasi peraturan baru mencakup tata cara pemilihan, penetapan dan pemberhentian pengurus, termasuk acuan kerja sama dengan berbagai lembaga. Pihak-pihak lainnya yang berniat mendukung pelestarian pesisir Teluk Jor perlu memberikan dukungan termasuk dalam bentuk pendanaan untuk LKD LP2EP dapat berkembang dari sisi kelembagaan, program dan implementasi kegiatan.