
Siang itu, Balai Desa Negeri Hatumete lebih ramai dari biasanya. Para pria berpakaian adat berwarna merah duduk di lantai, mereka datang untuk mengikuti sidang adat menyepakati batas wilayah adat Negeri Hatumete. Selain warga Negeri Hatumete, musyawarah ini juga dihadiri oleh Ketua dan Sekretaris Latupati Kecamatan Tehoru, Kepala Kecamatan Tehoru, Raja dan Kepala Soa Tehuaayo Negeri Telutih Baru. Juga Raja dan Kepala Soa Tehuaayo Negeri Mosso, Raja dan Kepala Soa Timanoyo Hatu, Raja dan Kepala Soa Ilela Potoa Negeri Piliana, Raja Negeri Hatumete, Dewan adat Negeri Hatumete, serta Kepala Soa Perasa/Timanyo, Ilela, dan Lilihata.
Kegiatan sidang adat yang diadakan pada 31 Januari 2025 tersebut bertujuan untuk menyepakati batas wilayah adat secara sah sehingga potensi konflik antar masyarakat adat maupun pihak luar dapat dihindari dan mendukung pengakuan resmi dari pemerintah atau lembaga terkait terhadap wilayah adat yang telah disepakati. Dalam sidang ini, para tetua adat negeri Hatumete menyampaikan sejarah kepemilikan wilayah yang telah diceritakan oleh secara turun-temurun dari nenek moyang.
Baca Juga: Masyarakat Adat Aara Usulkan Pengakuan Wilayah Adat
Menurut tetua adat, di sebelah timur, wilayah adat Negeri Hatumete yang berbatasan dengan Negeri Mosso dan Telutih Baru. Pembatasnya adalah bukit Tane, teheihata, dan sungai Kowe. Sedangkan di bagian barat, berbatasan dengan Negeri Piliana dan Hatu dengan pembatasnya adalah hatusurupai, sungai Mika, dan sungai Yalamata. Berdasarkan keterangan yang sama sebelumnya, tim pemetaan partisipatif dari warga yang dibantu oleh EcoNusa memetakan wilayah Negeri Hatumete seluas 1504,48 hektare.

Namun, perwakilan Soa Tehuayo di Negeri Mosso dan Soa Ilela Potoa di Negeri Piliana tidak sependapat dengan batas wilayah tersebut. Menurut mereka, dari penyampaian para nenek moyang, batas wilayah yang disampaikan berbeda. Atas perbedaan tersebut, mereka bersama-sama melakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan dengan mediasi oleh para tokoh adat dari masing masing negeri.
Dialog antar tetua adat ini dimulai dengan penjelasan lebih dalam mengenai sejarah perjalan setiap marga dari 3 gunung yang dikeramatkan yaitu gunung Murkele, Binaia, dan Hoale hingga membentuk negeri atau kampung dengan wilayahnya adatnya masing masing. Dari penjelasan tersebut wilayah yalamata yang sebelumnya diklaim menjadi wilayah Piliana diakui bersama sebagai wilayah Hatumete. Sementara wilayah bukit Tane yang sebelumnya menjadi wilayah adat Negeri Hatumete menjadi wilayah adat Negeri Mosso. Sehingga wilayah adat Negeri Hatumete yang disepakati seluas 1436,48 hektare.
Baca Juga: Buah Manis dari Jalan Berliku Masyarakat Pertahankan Wilayah Adat
Setelah mufakat tercapai, keputusan dituangkan dalam surat pernyataan kesepakatan antar-soa yang ditandatangani oleh semua pihak. Kegiatan sidang adat ini diakhiri dengan makan sirih-pinang bersama sebagai tanda bahwa hasil-hasil sidang adat telah diakui dan disepakati oleh semua peserta.
Setelah proses sidang adat dilakukan, perwakilan masyarakat hukum adat dan tim EcoNusa melakukan pertemuan dengan bagian hukum Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah. Pertemuan ini dilakukan untuk berkonsultasi mengenai mekanisme pengajuan dokumen yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat di Negeri Hatumete. Dalam pertemuan, Raja Negeri Hatumete menjelaskan secara rinci mengenai kebutuhan dan tujuan dokumen yang diajukan, seperti pengakuan wilayah adat dan hak lainnya. Masyarakat berharap, wilayah mereka bisa diakui oleh pemerintah daerah dan pusat, sehingga mereka bisa mengelola sumber daya alam yang ada di dalamnya secara berkelanjutan.
Editor: Nur Alfiyah