Hutan primer dan ekosistem laut yang masih sehat menjadi kekayaan sumber daya alam yang tak ternilai di Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. Kekayaan alam itu dikelola petani dan nelayan asli di kampung-kampung untuk keperluan sendiri (subsistem). Hasil penilaian cepat Tim EcoNusa pada 11 -19 Oktober 2019 menyebutkan bahwa Kaimana memiliki potensi pisang, pala, ikan kakap merah, keraka/kepiting dan lobster. Sebenarnya, masih banyak potensi asli kampung yang belum digali.
Melihat potensi ini, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung sedang membina masyarakat kampung dalam kegiatan pengelolaan sumber daya alam. Menurut Joice M. Tuanakotta, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Kabupaten Kaimana, menyebutkan bahwa pengelolaan ini masih bersifat tradisional dengan kearifan lokal sehingga kelestarian sumber daya komoditas-komoditas dapat terjaga.
Joice mendorong agar SDM terutama para pemuda kampung dibangun kapasitasnya. Ia berharap EcoNusa meningkatkan kapasitas aparat kampung dan sumber daya manusia di level kampung agar mengenal potensi sumber daya alam mereka sendiri. “EcoNusa jangan hanya membangun gudang tetapi juga membuat added value dari komoditas agar produk bervariasi,” kata Joice.
Program Direktur EcoNusa, Muhammad Farid, melihat bahwa pemuda harus mengambil peran yang lebih besar dalam pengelolaan ini. Memang ada kecenderungan para pemuda lebih memilih pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dibandingkan dengan pekerjaan swasta. Tidak ada yang tertarik untuk membangun wirausaha atau menjadi pengusaha. “Kaum muda atau generasi milenial di Kaimana perlu dibekali pengetahuan tentang menjalankan kegiatan usaha sendiri,” imbuh Farid.
Menurut data statistik Kabupaten Kaimana 2019, jumlah generasi milenial, dengan batasan usia 16-30 tahun, 12.095 jiwa yang tersebar di 84 kampung. Melihat hal ini, diperlukan pemberdayaan kaum muda kampung dengan mendorong mereka agar terlibat dalam pengelolaan SDA di kampung sendiri. Faktanya, di Kampung Tanggaromi, Distrik Kaimana, dimana EcoNusa mulai bekerja, pengelolaan pisang abu-abu untuk dijual ke Timika masih didominasi mama-mama Papua saja. Di Kampung Murano, budidaya rumput laut dilakukan oleh masing-masing keluarga. Belum banyak anak muda yang terlibat. Kampung Namatota sebagai destinasi pariwisata dan Kampung Edoor mengelola pertanian sayur-sayuran dan penjualan kepiting bakau. Namun, keterlibatan pemuda juga belum optimal di daerah tersebut.
Selain itu, hampir semua kampung memiliki potensi kerajinan tangan seperti pembuatan tomang atau noken. Sebenarnya, kerajinan tangan ini dapat menjadi wadah yang dapat mengundang pemuda kampung untuk terlibat. Kalau berjalan, maka satu kampung bisa menghasilkan satu produk unggulan.
Farid mengatakan bahwa untuk membangun minat generasi muda di kampung, EcoNusa bersama pemerintah daerah berencana untuk mengadakan pelatihan tentang business incubator, pendampingan koperasi atau BumDes dan membangun forum atau jaringan pembelajaran komoditas di Kabupaten Kaimana. “Melalui pelatihan ini, kami meyakini generasi millenial di kampung dapat berkontribusi dalam pengelolaan sumber daya alam yang berasal dari hutan dan laut secara lestari dengan menggunakan teknologi, sehingga ekosistem hutan terjaga dan laut tetap sehat. Forum komunikasi juga sangat penting sebagai wadah untuk saling menguatkan melalui knowledge sharing antarpetani dan nelayan muda Kabupaten Kaimana dari dan ke kabupaten lain di Tanah Papua dan provinsi lain di Indonesia,” kata Farid.
Penulis: Ervin Sotter dan Aloysius Numberi
Editor: Leo Wahyudi