EcoStory

Kerja dari Rumah, Produksi Sampah Indonesia Berkurang?

Bagikan Tulisan
Ilustrasi Kota Jakarta selama masa bekerja di rumah.

Penerapan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) sebagai upaya memutus rantai penyebaran COVID-19 berdampak pada kondisi lingkungan. Minimnya aktivitas luar ruangan memberi waktu bagi bumi untuk beristirahat. Penggunaan pendingin ruangan gedung perkantoran dan bahan bakar dari energi fosil berkurang drastis. Kualitas udara sontak menjadi lebih baik.

Situasi serupa juga berdampak pada pola konsumsi masyarakat. Gedung perkantoran hingga tempat rekreasi menghentikan jam operasional mereka. Dengan demikian, diasumsikan terjadi penurunan produksi sampah yang dihasilkan masyarakat selama pandemi COVID-19 berlangsung. Namun, benarkah demikian?

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat terjadi penurunan tonase sampah sejak penerapan WFH pada 16 Maret 2020. Penurunan tonase sampah rata-rata sebanyak 620 ton per hari. Hal ini terjadi lantaran aktivitas di luar rumah berkurang drastis, terutama aktivitas di tempat komersial seperti hotel, mall, perkantoran, dan tempat wisata.

“Penurunan ini jika dibandingkan dengan data rata-rata harian periode 1-15 Maret 2020 sebelum penerapan WFH dengan rata-rata tonase sampah 16-31 Maret 2020 setelah penerapan WFH,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih, tanpa merinci produksi sampah sebelum WFH.

Baca juga: Puasa Plastik di Bulan Ramadan

Sayangnya, penurunan produksi sampah tak terjadi di berbagai daerah di luar DKI Jakarta, termasuk daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Salah satunya, peningkatan produksi sampah rumah tangga terjadi di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Hal ini terjadi lantaran sejumlah warga Kota Depok merupakan pekerja di Jakarta. Sampah rumah tangga Kota Depok naik dari 600-700 ton per hari menjadi 850 ton per hari.

“Aktivitas masyarakat saat ini lebih banyak dilakukan di rumah sehingga memengaruhi jumlah produksi sampah yang ikut meningkat,” kata Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok, Iyay Gumilar.

Penyebab serupa, yakni kenaikan volume sampah juga terjadi di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Selama PSBB berlangsung, total produksi volume sampah tak mengalami penurunan. Meski produksi sampah dari tempat perbelanjaan dan rumah makan turun drastis, volume sampah rumah tangga mengalami peningkatan.

“Terjadi kenaikan volume sampah setidaknya 10 persen. Kenaikan terjadi karena sampah dari Jakarta ‘dibuang’ di Tangsel,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Toto Sudarto tanpa memberi keterangan lebih lanjut produksi sampah sebelum PSBB.

Baca juga: Aroma Ancaman Sampah Plastik di Laut

Di lain pihak, stagnasi volume sampah terjadi di Kota Samarinda. Penerapan WFH tak memengaruhi jumlah volume produksi sampah. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Samarinda Nurrahmani mengatakan volume sampah tak mengalami perubahan, yakni sekitar 800 ton per hari. “Walau tidak ada perubahan, sampah kering di jalan berkurang. Tapi, sampah basah malah meningkat,” ujar Nurrahmani.

Sementara itu, hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendapati peningkatan produksi sampah plastik di Jabodetabek. Selama PSBB berlangsung, terjadi peningkatan aktivitas belanja daring. Sebelumnya, warga Jabodetabek berbelanja daring hanya 1-5 dalam sebulan. Sedangkan selama PSBB dan WFH meningkat menjadi 1-10 kali dalam sebulan.

Bungkus plastik, bubble wrap, dan selotip menjadi pembungkus yang paling sering digunakan. Bahkan, jumlah plastik pembungkus tersebut mengungguli jumlah plastik kemasan makanan. Di sisi lain, kesadaran masyarakat untuk memilah sampah belum terbangun dengan baik. Melihat kondisi demikian, situasi pandemi ini tidak serta merta bisa mengurangi sampah.

Editor: Leo Wahyudi 

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved