EcoStory

Inisiatif Mooring Buoy: Upaya Nyata Jaga Laut Banda

Bagikan Tulisan

Matahari belum juga keluar, saat seluruh tim sudah bersiap di Marine Station EcoNusa di Banda Naira. Masing-masing personel terlihat sibuk mempersiapkan alat kerja masing-masing sebelum berlayar seharian untuk pemasangan mooring buoy di tiga pulau di Kepulauan Banda yakni Rhun, Manukang dan Pulau Hatta. 

Pukul 3.30 WIT, kapal berlayar ke tujuan pertama, pulau Manukang. Pulau yang juga dikenal dengan nama Pulau Suanggi ini, adalah salah satu destinasi favorit para penyelam yang berlibur di kepulauan Banda. Di sini, pengunjung bisa menikmati keindahan ekosistem terumbu karang yang indah dan beragam. Jika beruntung anda akan bertemu dengan berbagai spesies laut yang langka yang dilindungi seperti ikan napoleon (Humphead Wrasse) atau Hiu Martil (Hammerhead shark).

Ikan Napoleon (Humphead Wrasse) yang ada di sekitar Pulau Manukang. Ikan ini masuk dalam daftar IUCN RED List sebagai hewan yang terancam punah. (© M.Y. Sangadji/EcoNusa)

Perjalanan dari Marine Station EcoNusa ke Pulau Manukang memakan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Seperti diketahui, Kepulauan Banda di Maluku Tengah bukan hanya saksi bisu sejarah kejayaan rempah yang mendunia, tetapi juga rumah bagi kekayaan bawah laut yang luar biasa. Kejernihan air laut, keanekaragaman hayati, dan terumbu karang yang masih terjaga menjadikan wilayah ini sebagai salah satu destinasi wisata bahari unggulan di Indonesia. Tak heran jika kapal-kapal wisata, khususnya Liveaboard (LoB), menjadikan Banda sebagai titik persinggahan utama dalam rute penyelaman dan eksplorasi bahari.

Namun, seiring meningkatnya kunjungan wisata, tekanan terhadap ekosistem bawah laut pun ikut meningkat. Salah satu ancaman terbesar datang dari praktik berlabuh kapal yang masih menggunakan jangkar. Jatuhan dan gesekan jangkar ke dasar laut berpotensi merusak terumbu karang, meruntuhkan struktur habitat alami yang menjadi daya tarik utama kawasan ini.

Pemandangan bawah laut di Pulau Rhun (© M.Y. Sangadji/EcoNusa)

Kondisi inilah yang menjadi cikal bakal munculnya inisiatif pemasangan mooring buoy di titik-titik favorit wisatawan di Kepulauan Banda.  Muhammad Yani Mau – Head of Marine Station EcoNusa di Banda mengatakan, Inisiatif ini merupakan hasil kolaborasi multipihak antara EcoNusa, Universitas Banda Naira, Ocean Eye, Konsorsium Banda Berbudaya, PSDKP, masyarakat lokal di tiga pulau, serta pelaku wisata yang selama ini bergantung pada keberlanjutan laut Banda.

“Sejak awal EcoNusa berkomitmen pada kelestarian keanekaragaman hayati utamanya di wilayah timur Indonesia termasuk Maluku dan Papua. Sebagai salah satu wilayah intervensi kami, Kepulauan Banda harus terus dijaga. Ini hasil kolaborasi dengan pelaku wisata, lembaga konservasi, dan akademisi yang punya tujuan sama untuk menjaga keanekaragaman hayati di laut Banda agar tidak rusak,” kata Yani, Minggu 27 April 2025.

Yani mengatakan, untuk tahap pertama ini, mooring dipasang di enam titik di tiga pulau utama: Hatta, Manukang, dan Rhun.

Para pekerja sedang mempersiapkan mooring untuk dilepaskan di perairan sekitar Pulau Manukang. (©Friska Kalia/EcoNusa)

Perwakilan Universitas Banda Naira, Budiono Senen yang ikut dalam pemasangan mooring ini mengatakan, pemasangan mooring ini adalah langkah nyata kolaborasi yang dibutuhkan oleh Kepulauan Banda. Kata Budi, UBN turut membantu tim untuk menentukan jenis mooring yang sesuai dengan topografi laut Banda. 

“Kami membantu memberikan rekomendasi jenis mooring yang disesuaikan dengan kontur dan topografi dari laut Banda. Pendekatannya harus ilmiah agar efektif dan tidak merusak. Untuk saat ini, mooring tipe gurita paling cocok dengan kontur di titik yang sudah disepakati” kata Budi. 

Mooring buoy merupakan pelampung besar yang diikat ke sistem tambat di dasar laut, umumnya di area berpasir atau lokasi tanpa terumbu. Sistem ini memungkinkan kapal wisata untuk berlabuh tanpa harus menjatuhkan jangkar. Selain melindungi ekosistem laut dari kerusakan, sistem ini juga mempercepat dan mengefisienkan proses tambat kapal, terutama di lokasi populer penyelaman dan snorkeling.

Pulau Hatta, adalah salah satu lokasi yang dipilih untuk pemasangan pertama ini. Di pulau ini, dipasang dua titik mooring buoy sebagai lokasi tambat kapal. Pertama di sekitar kampung dan sisanya di Sekaru Hatta yang merupakan spot favorit wisatawan saat musim liburan tiba.

Aerial Pemandangan Pulau Hatta (©Rusdi Takartutun/EcoNusa)

Sudar Raharusun, Raja Desa Pulau Hatta, menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasinya atas pemasangan mooring di desanya. Kata Sudar, ini adalah mooring pertama yang dipasang di Pulau Hatta. 

“Kami sangat mengapresiasi pemasangan mooring ini. Ini pertama kalinya ada di Pulau Hatta. Kami siap menjaga mooring ini agar tetap terjaga. Harapannya, ke depan akan lebih banyak lagi dipasang karena saat high season di sini ramai sekali.” kata Sudar. 

Pemasangan mooring ini juga disambut baik pelaku wisata di Banda Naira. Salah satu tokoh pariwisata, Aba Rizal mengatakan rasa terima kasihnya atas emua pihak yang peduli akan kelangsungan ekosistem di Banda. 

“Allah memberikan anugerah alam yang indah pada Banda. Kami orang Banda, hidup dari hutan dan laut. Jangan sampai 10-20 tahun mendatang, orang datang ke Banda tidak bisa melihat keindahan karang yang kami miliki. Kegiatan ini menjadi langkah awal yang baik untuk memastikan keanekaragaman hayati terlindungi,” kata Aba Rizal

Sementara itu, Koordinator Satgas PSDKP wilayah Banda, Ali Tamher mengatakan siap membantu untuk mengawasi mooring-mooring yang sudah dipasang di wilayah Kepulauan Banda. 

“Kami siap membantu menjaga mooring yang sudah dipasang. Kami akan sertakan dalam setiap patroli. Ini penting untuk memastikan keberlanjutan sistem ini dan bisa dimanfaatkan secara maksimal,” kata Ali

Mooring yang sudah terpasang di Pulau Manukang. (©Friska Kalia/EcoNusa)

Ke depan, EcoNusa menargetkan pemasangan mooring buoy di total 21 titik strategis, pada kedalaman 150 hingga 200 meter. Skema pengelolaan juga dirancang agar adil dan berkelanjutan. 

Setiap kapal yang memasang jangkar pada mooring ini akan dikenakan biaya yang diatur melalui peraturan desa. Sehingga desa dan masyarakat bisa mendapat manfaat ekonomi dari setiap mooring yang dipasang. 

Laut adalah sumber kehidupan. Menjaga laut Banda bukan hanya soal pelestarian alam, tetapi juga keberlanjutan budaya dan ekonomi masyarakat pesisir. Melalui pemasangan mooring buoy, Banda tengah membangun masa depan pariwisata yang lebih bertanggung jawab—pariwisata yang tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga menjaga alam tetap lestari untuk generasi berikutnya.

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved