Judul itu terinspirasi oleh ungkapan “Cogito ergo sum”. Pemikiran yang dicetuskan pertama kali oleh filsuf Perancis, Rene Descartes, pada abad 16 yang berarti “Aku berpikir, maka aku ada” ini lalu menjadi populer. Aslinya berasal dari bahasa Perancis yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Latin ini.
Tulisan ini pun terinspirasi dari hasil diskusi terbatas tentang Lingkungan dan Demokrasi, Mimpi Baru Generasi Muda Indonesia yang diselenggarakan EcoNusa pada awal Maret 2022.
Saya selalu tertarik dengan isu generasi muda di Indonesia. Mereka memiliki potensi luar biasa untuk menentukan arah negeri ini ke depan, apalagi di era digital saat ini. Menurut Laporan Digital Indonesia 2021 dari Hootsuite (We Are Social), pengguna media sosial aktif ada 170 juta atau 61,8 persen dari total penduduk. Menurut laporan ini, rata-rata penduduk di Indonesia menghabiskan waktu 8 jam 52 menit setiap hari dengan internet melalui perangkat apa pun. Pengguna media sosial rata-rata menghabiskan 3 jam 41 menit setiap hari. Platform media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah YouTube (93,8 persen), WhatsApp (87,7 persen), Instagram (86,6 persen), dan Facebook (85,5 persen).
Celakanya, menurut hasil survei dari Development Dialogue Asia (DDA), kaum muda cenderung menggunakan media sosial untuk mencari hal-hal yang ringan dan bercanda. Jadi wajar kalau isu yang serius seperti politik, demokrasi, isu lingkungan, dan perubahan iklim, menjadi isu yang kurang populer dan kurang diminati anak muda.
Wajar pula jika isu lingkungan belum menjadi isu yang seksi di kalangan anak muda. Bahkan menurut survei DDA, 3 dari 10 pemuda enggan disebut aktivis lingkungan. Bagi mereka isu lingkungan identik dengan isu yang berisiko tinggi, dan citranya selalu antipemerintah.
Di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata bahwa 41 persen penduduk Indonesia, atau lebih dari 110 juta, adalah kaum muda usia 15-39 tahun. Angka tersebut termasuk kaum muda yang menjadi pemilih pemula dalam Pemilu 2024 nanti. Bahkan survei BBC Media Action menemukan bahwa hanya 15 persen kaum muda yang tidak puas dan punya keberanian dalam menyuarakan kritik terhadap pemerintah terkait isu lingkungan. Ini akan menjadi momentum penting bagi mereka untuk ikut menentukan arah demokrasi dan politik Indonesia ketika mereka memilih para calon pemimpin.
Saya berpikir data di atas dapat dilihat sebagai peluang yang menjanjikan. Kita semua perlu memanaskan isu lingkungan, perubahan iklim dan segala dampaknya yang sudah terjadi. Kita semua tidak bisa menutup mata, karena bencana iklim itu memang nyata. Menurut hemat saya, isu tersebut harus digarap serius dengan melibatkan kaum muda. Kita memerlukan pemimpin masa depan yang peduli dan berpihak pada isu-isu lingkungan, kelautan dan segala aspeknya ketika krisis iklim makin mengancam kehidupan kita saat ini.
Tahun ini pemanasan politik menjelang pemilu 2024 sudah mulai muncul. Inilah saatnya kaum muda membekali diri dengan kesadaran dan pengetahuan tentang isu ekologi, kelautan, iklim, dan demokrasi. Isu tersebut dapat disampaikan melalui media sosial secara konsisten untuk menarik sekaligus menggugah kesadaran kaum muda.
Selain konten, harus ada gerakan terorganisir yang melibatkan banyak pihak, termasuk berjejaring dengan organisasi, komunitas, aktivis, media, dan bahkan pemerintah. Kelompok kaum muda yang 15 persen sebagai kelompok yang berani menyuarakan gagasan itu dapat dikapitalisasi sehingga menjadi modal sosial dan modal politik. Harapannya, akan terbangun aksi kolektif dan kolaboratif yang bertahan lama, tidak hanya sesaat. Pemahaman, kesadaran, dan pengetahuan ini menjadi modal kuat ketika mereka nanti menjadi pemilih pemula dalam Pemilu 2024. Dengan demikian mereka akan memberikan daya dorong yang signifikan bagi pembuat kebijakan yang berpihak pada isu-isu lingkungan.
Inilah yang saya maksud dengan judul di atas. Dengan bermain digital, maka kaum muda akan ada dan memainkan peran pentingnya untuk negara dan untuk lingkungan. Saya yakin dunia digital dapat menggerakkan kaum muda. Ada ujar-ujar, jika demokrasi tidak sehat, maka lingkungan pun tidak akan selamat. Maka, agar lingkungan selamat, saya berharap kaum muda ikut menjaga agar demokrasi tetap sehat.***
Bustar Maitar